Ahli Hukum Tata Negara Indonesia Nilai UU BUMN Bertentangan dengan Konsep IRI
UU BUMN bertentangan dengan konsep Indonesia Raya Incorporated (IRI) yang diajukan para pemohon
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Terkait pertentangan antara UU BUMN dan Konsep IRI, Usfunan menjelaskan dengan mengutip Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 002/PUU-I/2003, Nomor 012/PUU-2003 dan Nomor 21-22/PUU-V/2007 secara garis besar menyatakan Pasal 33 ayat (2) dan (3) tentang pengertian “dikuasai oleh negara” haruslah diartikan mencakup makna penguasaan oleh negara dalam arti luas yang bersumber dan diturunkan dari konsepsi kedaulatan rakyat Indonesia atas sumber kekayaan “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya”.
Hal ini termasuk pula didalamnya pengertian kepemilikan publik oleh kolektivitas rakyat atas sumber-sumber kekayaan dimaksud. Lebih jauh lagi, rakyat secara kolektif itu dikonstruksikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, memberikan mandat kepada negara untuk mengadakan kebijakan (beleid) dan tindakan pengurusan (bestuurdaad), pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheersdaad), dan pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Oleh karenanya, jelas bahwa sumber daya alam yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, harus dikuasai negara untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata. Eksistensi Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 erat kaitannya dengan implementasi dan pemenuhan hak asasi manusia rakyat Indonesia yang termuat beberapa pasal di UUD NRI 1945.
“Diberlakukannya Pasal 2 ayat 1 huruf (a) dan (b) serta Pasal 4 ayat (4) UU BUMN, melanggar HAM absolut sebagaimana diatur Pasal 28I ayat (1) UUD NRI 1945 yang menentukan, Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.”
Terjadinya pelanggaran HAM absolut semacam itu, menurut Prof Usfunan, karena tidak terpenuhinya jaminan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Hingga kini masih ada kesengsaraan hidup, kemiskinan, kelaparan di tanah air yang memprihatinkan.
Seandainya, mayoritas BUMN secara sunguh-sungguh diarahkan untuk memberi perhatian terhadap kesejahteraan dan kemakmuran, maka kemiskinan dan kesengsaraan rakyat dapat diatasi.
Hanya, sesuai dengan catatan para pemohon, demikian saksi ahli ini mengutip, portofolio BUMN sampai dengan akhir 2016, dari sebanyak 118 BUMN yang ada hanya sebanyak 14 BUMN yang tercatat sebagai Perusahaan Umum (Perum) dengan tujuan utama menyelenggarakan kemanfaatan umum.
Sebaliknya, 104 BUMN sebagai Perusahaan Perseroan (Persero) termasuk 20 BUMN diantaranya sebagai perusahaan publik.