Esensi Kebijakan Pangan Era Amran: Menyayangi Petani
Kebijakan pangan di era Jokowi-JK yang tertuang dalam Nawacita menjadi landasan program kerja pemerintah yaitu mencapai swasembada pangan
Editor: Content Writer
Saat usia enam bulan menghasilkan 50 butir per hari dengan masa produktif dua tahun. Sehingga pendapatan Rp 2 juta sampai Rp2,5 juta per bulan. Rumah tangga dikatakan miskin karena berpenghasilan Rp 1,4 juta per bulan, sehingga dengan pendapatan di atas, diharapkan kemiskinan tidak ada lagi.
Kemudian, solusi jangka menengahnya dengan bantuan hortikultura. Jangka panjangnya yakni dengan bantuan tanaman perkebunan secara gratis.
Dari pendekatan kesisteman, program swasembada pangan secara berturut-turut meliputi rehabilitasi infrastruktur, sarana (alsintan, pupuk, benih pestisida), pendampingan dan penguatan SDM, penanganan pasca panen, dan pengendalian harga adalah parameter pengungkit yang mendapat prioritas dalam penyusunan program terobosan yang disesuaikan dengan kebutuhan lapang.
Selama pemerintahan Jokowi-JK berjalan, program terobosan tersebut telah diimplementasikan melalui program dan tindakan kongkret.
Pertama, Kementerian Pertanian telah merevisi regulasi Perpres Nomor 172 tahun 2014 tentang pengadaan pengadaan benih dan pupuk dari Lelang menjadi Penunjukan Langsung. Kedua, refocusing anggaran tahun 2015 hingga 2017 sebanyak Rp 12,3 triliun. Ketiga, bantuan benih 7 juta ha untuk petani harus diluar lokasi eksisting.
Hal ini dimaksudkan agar terjadi pemerataan petani yang mendapatkan bantuan dan terjadi peningkatan luas tambah tanam, sehingga terwujud peningkatan produksi atau stok pangan nasional.
Keempat, pengawalan program Upaya Khusus (UPSUS) dan evaluasi harian dengan melibatkan pihak TNI. Kelima, deregulasi perizinan dan investasi serta asuransi usaha pertanian. Keenam, pengendalian harga, distribusi, impor dan mendorong ekspor.
Selanjutnya ketujuh, Kementerian Pertanian juga mengeluarkan kebijakan terkait penataan SDM pertanian dan manajemen meliputi lelang jabatan berbasis kompetensi dan kinerja secara transparan dan kompetitif, menerapkan reward and punishment kepada daerah terkait kemampuan penyerapan anggaran dan pencapaian target produksi, melakukan monitoring dan evaluasi harian, melepaskan ego-sektoral dan membentuk Tim Sapu Bersih Pungli, serta membentuk Satuan Tugas KPK, Kejagung, Polri dan BPK untuk melakukan pengawasan.
Penerapan dari program dan kebijakan tersebut di atas, dampaknya dalam dua tahun terakhir terlihat bahwa produksi 13 komoditas strategis meningkat (pra ARAM 2016). Produksi padi 2014 sebanyak 70,85 juta ton, 2015 sebanyak 75,39 juta ton atau naik 6,64 persen dan 2016 sebanyak 79,14 atau naik 4,96 persen. Produksi padi dua tahun terakhir (2015-2016) naik 8,4 juta ton, setara Rp 38,5 trlliun.
Selanjutnya produksi jagung (2015-2016) naik 4,2 juta ton, senilai Rp 15,9 triliun.
Besarnya capaian ini tentu dinikmati langsung oleh petani. Begitu pun produksi cabai 2014 mencapai 1,88 juta ton dan 2016 menjadi 2,1 juta ton atau naik 3 persen. Produksi bawang merah 2014 mencapai 1,23 juta ton dan 2016 naik menjadi 1,29 juta ton, atau naik 11,3 persen.
Pencapaian produksi pangan strategis juga diikuti dengan peningkatan produksi protein hewani. Pada tahun 2016 produksi daging sapi sebesar 0,52 Juta ton, naik 5,31 % persen dibandingkan tahun 2014 yaitu 0,49 Juta ton.
Begitupula pada telur tahun 2016 produksi mencapai 1,6 Juta Ton terjadi peningkatan 13,6 % dibandingkan tahun 2014 sebesar 1,4 Juta ton.
Sementara untuk daging ayam juga mengalami peningkatan produksi tahun 2016 sebesar 3,1 Juta ton juga dibandingkan dengan tahun 2014 yaitu 1,9 juta ton.