Ini Perbedaan Penanganan Terorisme Sebelum dan Setelah Revisi UU Terorisme Disahkan
Suhardi mengatakan program deradikalisasi terhadap warga negara Indonesia yang terpapar paham radikalisme hanya dilakukan selama satu bulan.
Penulis: Rizal Bomantama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) Suhardi Alius menjelaskan perbedaan penanganan terorisme sebelum dan usai Revisi Undang-undang Terorisme nanti disahkan menjadi UU.
Sebelum adanya RUU Antiterorisme, Suhardi mengatakan program deradikalisasi terhadap warga negara Indonesia yang terpapar paham radikalisme hanya dilakukan selama satu bulan.
Menurutnya waktu selama satu bulan tak cukup untuk menghancurkan paham radikalisme yang dipupuk dalam waktu lama.
“Sebelum ada revisi UU itu yang kami lakukan hanya identifikasi, kasih program deradikalisasi selama satu bulan, tapi siapa yang bisa jamin deradikalisasi berhasil hanya dalam waktu satu bulan, karena orang jadi radikal karena waktu yang lama juga,” jelasnya ketika ditemui di Kantor Kemenkumham, Jakarta Selatan, Kamis (31/5/2018).
Menurutnya WNI yang tidak tuntas program deradikalisasinya berpotensi melakukan infiltrasi paham terhadap lingkungan sekitar.
Apalagi kebanyakan dari mereka kemudian meminta dipindahkan ke wilayah yang berbeda dari tempat asalnya.
“Misal pernah ada yang dari Sulawesi tapi minta dipindahkan ke Banyuwangi karena alasan ada keluarga di sana,” imbuhnya.
Suhardi mengatakan usai RUU Antiterorisme nantinya disahkan penanggulangan terorisme akan bisa dicegah sejak dini.
“Dengan UU itu nanti semua bisa diproses, yang menginspirasi kena, yang berangkat latihan ke daerah konflik bisa kena, yang pulang dari daerah konflik kita proses, tak hanya deradikalisasi satu bulan tapi ada ‘follow up’; dan yang masuk jaringan atau organisasi terlarang juga kita proses,” tegasnya.
“Kalau seperti itu bayangkan berapa banyak yang bisa dilakukan oleh BNPT bersama Kemenkumham dan instansi lainnya,” pungkas Suhardi.