Sumarsih tak Puas Cara Jokowi Selesaikan Kasus HAM
Namun sayang, lagi-lagi Sumarsih harus kecewa karena pada saat itu jawaban Jokowi tidak sesuai dengan yang diharapkannya.
Editor: Hendra Gunawan
Sadar Bisa Dipolitisasi
Sumarsih tak menampik pertemuan dengan Presiden Jokowi soal penyelesaian kasus pelanggaran HAM bisa dipolitisasi mengingat Indonesia tengah masuk ke tahun politik jelang Pemilu 2019. Sejumlah pegiat HAM juga menyadari hal itu.
Bahkan menurutnya politisasi terhadap tragedi yang menimpa anakanya dan keluarga korban pelanggaran HAM berat lainnya sudah dipolitisasi oleh aparat sejak awal peristiwa itu terjadi.
Meski begitu, ia tetap datang karena memang hanya Presiden yang bisa menyelenggarakan Pengadilan HAM Ad Hoc melalui Keputusan Presidennya.
"Itu sejak dari peristiwa terjadi. Apalagi yang langkah-langkah selanjutnya itu untuk dipolitisasi oleh aparat itu sudah iya. Kami sudah sadar sekali. Bagaimana hanya janji-janji saja. Pak Jokowi sebagai Presiden saja waktu kampanye di visi misi dan program aksi Jokowi JK itu kan sudah ada butir F.f-nya bunyinya kami berkomitmen menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang menjadi beban politik bangsa bla bla bla. Itu kampanyenya begitu," kata Sumarsih.
Sebelumnya, Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi menyampaikan dari pertemuan keluarga korban pelanggaran HAM di Istana Kepresidenan pada 31 Mei 2018 lalu, Presiden Jokowi ingin mendengar dan mendapat masukan dari keluarga korban HAM serta sejumlah aktivis yang selama ini melakukan Aksi Kamisan.
Terkait perkembangan persoalan HAM ini, Presiden Jokowi telah menugaskan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko. Menurut Johan, dengan perintah tersebut perwakilan dari keluarga korban HAM nantinta bisa mencari tahu mengenai perkembangan penanganan kasus ke Moeldoko.
Johan juga menegaskan pertemuan antara Presiden Jokowi dan peserta aksi kamisan tidak terkait dengan tahun politik. "Saya kira tidak (terkait tahun politik). Seperti yang saya sampaikan, pertemuan ini sudah lama digagas," kata Johan dikutip.
Dugaan adanya kepentingan tahun politik kian menguat karena setelah menerima peserta aksi Kamisan di Istana Kepresidenan pada 31 Mei itu, Jokowi juga menerima pengelola lembaga survei, pengamat politik, hingga akademisi. Pertemuan ini membahas perkembangan politik.
Lembaga survei yang diundang antara lain Indo Barometer, CSIS, Charta Politika, dan Poltracking.
"(Pertemuan tadi) Lebih pada masukan pengamat politik junior dan senior (mengenai) apa aja kondisi terkini, problem yang harus diberesin yang sifatnya aktual atau sistem," kata Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini menambahkan dia menyampaikan tiga hal kepada Jokowi. Pertama terkait dengan perlidungan hak pilih warga negara untuk pilkada dan pemilu.
Kedua tentang hak dipilih mantan koruptor di kontestasi pemilihan anggota legislatif.Namun, Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari membantah adanya pembahasan soal tingkat keterpilihan alias elektabilitas calon presiden pada Pilpres 2019 dalam pertemuan dengan Jokowi. (Tribun Network/git/coz)