Terkait Ojek Daring, Wakil Ketua BPKN Rolas Sitinjak Minta Pemerintah Amandemen UU LLAJ
Rolas Sitinjak meminta pemerintah serius memberi perlindungan terhadap seluruh konsumen pengguna ojek, khususnya ojek daring
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Rolas Sitinjak meminta pemerintah serius memberi perlindungan terhadap seluruh konsumen pengguna ojek, khususnya ojek daring.
Salah satunya, kata Rolas, dengan melakukan amandemen Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) dan memperhatikan kebutuhan sekaligus keselamatan konsumen.
Baca: Penumpang Ojol Tewas Terjatuh saat Dijambret, Polisi Periksa CCTV dan Bentuk Tim Gabungan
Hal ini terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak menolak uji materi Pasal 47 ayat (3) UU LLAJ yang diajukan para pengemudi ojek daring.
Sehingga, kata dia, bisa dibilang keberadaan ojek daring atau sering disebut ojol itu menjadi ilegal di mata hukum.
Rolas yang juga sebagai advokat ini mengutarakan sikap atau rekomendasi yang berkaitan dengan putusan MK tersebut.
Dirinya menegaskan menghormati putusan MK tersebut. Namun, Rolas mengatakan perlu memperhatikan kepentingan kebutuhan konsumen atas kendaraan ojek yang sangat tinggi dewasa ini.
“Pemerintah agar memberikan solusi untuk keamanan dan keselamatan transportasi sepeda motor roda dua melalui pengaturan dan pengawasan, mengingat hal itu merupakan kebutuhan nyata di masyarakat pada saat ini,” jelas salah tim kuasa hukum Ahok tersebut dalam keterangan persnya, Rabu (4/7/2018).
Rolas menyebutkan, fakta-fakta yang ada dalam kehidupan masyarakat perkotaan dengan berbagai kemacetan membuat perlunya kendaraan yang praktis untuk mencapai tujuan.
“Khususnya di kota Jakarta adanya perluasan ganjil genap serta banyaknya perubahan lalu lintas mengakibatkan ojek kendaraan roda dua sangat diperlukan,” katanya.
Rolas meyakini jika putusan MK yang menganulir keberadaan Ojol ini membuat Negara lewat pemerintah turut bertanggung jawab terhadap seluruh konsumen pengguna jasa ojek.
“Agar pemerintah mengamandemen UU LLAJ dan memperhatikan kebutuhan serta keselamatan konsumen. Pemerintah wajib memperluas jaringan transportasi umum,” katanya.
Seperti diketahui, pada 29 Juni lalu, MK memutuskan menolak uji materi UU No 22 tahun 2009 tentang LLAJ yang diajukan para pengemudi ojek online yang tergabung dalam Tim Pembela Rakyat Pengguna Transportasi Online atau Komite Aksi Transportasi Online (KATO).
Di mana, para pemohon merasa pasal 47 ayat (3) yang menjelaskan tentang jenis dan fungsi kendaraan, dianggap bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, sehingga berlakunya pasal a quo menimbulkan kerugian hak konstitusional para pemohon.
Dalam putusannya majelis hakim MK yang diketuai Anwar Usman menolak seluruh gugatan. Saat membacakan pertimbangan hukum, Anwar mengungkapkan pasal 47 Ayat (3) UU LLAJ merupakan norma hukum yang berfungsi untuk melakukan rekayasa sosial agar warga negara menggunakan angkutan jalan yang mengutamakan keamanan dan keselamatan, baik kendaraan bermotor perseorangan, maupun kendaraan bermotor umum.
Hakim MK berpendapat, pasal tersebut, tidak bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) UUD 45 seperti yang diasumsikan pihak penggugat. “Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945 tidak ada kaitannya sama sekali dengan kendaraan bermotor karena pasal ini berkaitan dengan kedudukan yang sama setiap warga negara ketika terjadi pelanggaran hukum,” sebut Anwar.
Sementara, mengenai dalil para Pemohon yang menjelaskan adanya perlakuan berbeda antara sepeda motor dengan kendaraan bermotor lainnya, MK berpendapat sepeda motor sudah diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) huruf a UU LLAJ.
Baca: Putusan MK tentang Ojek Daring, Sandi: Jangan Sampai yang Sudah Jadi, Kita Menutup Mata Dua-duanya
“Namun, ketika berbicara angkutan jalan yang mengangkut barang atau orang dengan mendapat bayaran, maka diperlukan kriteria yang dapat memberikan keselamatan dan keamanan,” ungkap Anwar saat membacakan putusannya.