Kritisi Kebijakan Pemerintah, Partai Berkarya Isyaratkan Gabung Oposisi
"Kami protes keadaan negara seperti ini. Tenaga asing tiba-tiba banyak ke sini. Sementara, kami pengangguran,"
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Berkarya belum menentukan arah dukungan terhadap calon presiden dalam Pilpres 2019.
Namun, partai besutan Hutomo Mandala Putra itu mengisyaratkan berada di kubu oposisi untuk mengkritisi kebijakan pemerintah yang berkuasa.
Baca: LRT Jakarta Direncanakan Beroperasi Mulai 10 Agustus 2018
Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Partai Berkarya, Siti Hediati Hariyadi, menilai sejumlah kebijakan pemerintah yang saat ini berkuasa tidak mencerminkan keberpihakannya terhadap rakyat kecil.
Satu di antaranya soal kebijakan merekrut Tenaga Kerja Asing (TKA).
Dia menilai, kebijakan tersebut justru menambah banyak pengangguran di tanah air.
Baca: Tunggu Tokoh Populer Bergabung, Partai Berkarya Batal Daftarkan Calon Legislatif Hari Ini
"Kami protes keadaan negara seperti ini. Tenaga asing tiba-tiba banyak ke sini. Sementara, kami pengangguran," katanya ditemui di kantor DPP Partai Berkarya, Minggu (15/7/2018).
Meskipun mengkritisi kebijakan pemerintah, dia mengaku Partai Berkarya belum memutuskan arah dukungan.
Apakah memilih mendukung Joko Widodo atau berada di kubu oposisi.
Dia melihat, peta politik masih sangat cair.
Baca: Lampu Teras Rumah Dirut PLN Dipadamkan Ketika KPK Melakukan Penggeledahan
"Kita lihat saja politik ini kan cair. Kami tidak tau nanti bagaimana. Siapa tahu tiba-tiba pemerintah bikin gebrakan-gebrakan yang pro rakyat. Itu bisa saja," tambahnya.
Sebelumnya, Ketua KPU RI, Arief Budiman, menegaskan partai politik baru belum dapat mencalonkan presiden-wakil presiden dalam Pilpres 2019.
Empat partai politik baru tersebut di antaranya Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Perindo, Partai Garuda, dan Partai Berkarya.
Partai politik baru belum dapat mengusung capres-cawapres merujuk pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Pasal 222 yang mengatur “Pasangan Calon disusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi palin sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya."