Peneliti IPI Sebut Alasan PKS Masih Tetap pada Rekomendasi Ijtima Ulama
kerja sama antara PKS dan Gerindra kembali berlanjut saat Pilkada DKI, di mana saat itu skenario awalnya Sandiaga Uno berpasangan dengan Mardani
Editor: Sanusi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM JAKARTA - Peneliti senior Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo mengatakan wajar jika Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menginginkan Prabowo Subianto untuk memutuskan menggaet cawapres dari rekomendasi Ijtima Ulama, yakni antara Salim Seggaf Al-Jufri atau Ustaz Abdul Somad.
Hal tersebut, dikatakan Karyono, karena keduanya sudah saling bekerja sama sejak Pilpres 2014 silam.
"PKS mendukung Prabowo yang berpasangan dengan Hatta Rajasa saat itu, meskipun kita tahu sendiri Prabowo kalah," ujarnya di Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (3/8/2018).
Dilanjutkan Karyono, kerja sama antara PKS dan Gerindra kembali berlanjut saat Pilkada DKI, di mana saat itu skenario awalnya Sandiaga Uno berpasangan dengan Mardani Ali Sera.
"Namun, di menit terakhir muncul nama Anies Baswedan dan skenarionya berubah. Mardani menjadi tim pemenangan Anies-Sandi dan terbukti menang mereka," tambahnya.
Jelang Pilpres 2019, dikatakan Karyono, PKS dan Gerindra kembali bekerja sama.
Namun, tambah Karyono, ada dua partai lain seperti PAN dan Demokrat, yang juga memiliki kepentingan yang sama dengan PKS.
"PAN masih ingin Zulkifli maju mendampingi Prabowo sesuai dengan Rakernas tahun 2017, sementara Demokrat punya AHY," ujarnya.
Sebagai partai yang sejak awal bekerja sama dan membantu Partai Gerindra, Karyono mengatakan, PKS sudah barang pasti memiliki harga diri.
Karyono kemudian melempar pertanyaan dari uraiannya, apakah PKS akan bernasib sama seperti di Pilgub DKI Jakarta, yang mana sudah ada skenario awal, tetapi kemudian di last minute tiba-tiba berubah.
"Kalau memang betul Prabowo tidak memilih cawapres dari rekomendasi Ijtima Ulama, wajar jika PKS kecewa," pungkas Karyono.