Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

KPK Sita Sejumlah Dokumen Terkait Perizinan Proyek Meikarta dari Empat Lokasi yang Digeledah

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita beberapa dokumen terkait dengan perizinan proyek Meikarta

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
zoom-in KPK Sita Sejumlah Dokumen Terkait Perizinan Proyek Meikarta dari Empat Lokasi yang Digeledah
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

 Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita beberapa dokumen terkait dengan perizinan proyek Meikarta setelah lembaga tersebut melakukan penggeledahan.

Dokumen-dokumen yang disita diperoleh saat tim KPK melakukan penggeledahan di empat lokasi.

"Dari penggeledahan di Dinas Penanaman Modal Dinas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) sejauh ini disita sejumlah dokumen terkait perizinan Meikarta," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, Jakarta, Rabu (17/10/2018).

Malam ini tim KPK juga sedang melakukan penggeledahan di Kantor Bupati Bekasi.

Baca: Pose Satu Jari Luhut dan Sri Mulyani dalam Acara Pertemuan IMF-WB 2018 Bakal Dilaporkan ke Bawaslu

Sebelumnya, KPK menggeledah rumah Bupati Bekasi, Neneng Hasanah Yasin, Kantor PT Lippo Karawaci Tbk yang berlokasi di Menara Matahari, Tangerang, Banten, dan yang terakhir Kantor DPM-PTSP.

Sejauh ini penggeledahan telah dilakukan di empat lokasi, tiga lokasi di kawasan Bekasi dan satu lokasi di Tangerang.

Berita Rekomendasi

Terkait dengan perkara tersebut KPK menetapkan Direktur PT Operasional Lippo Grup Billy Sindoro sebagai salah satu tersangka kasus dugaan suap perizinan proyek Pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi.

Baca: Estetika Skybridge Tanah Abang Dinilai Tak Layak, Ini Jawaban Gubernur Anies

Selain Billy, KPK menetapkan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin sebagai tersangka penerima.

"Disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi pemberian hadiah atau janji kepada Bupati Bekasi dan kawan-kawan terkait pengurusan perizinan proyek Pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi," kata Wakil Pimpinan KPK Laode Muhammad Syarif di KPK, Jakarta, Senin (15/10/2018).

KPK juga menetapkan tujuh orang lain sebagai tersangka, yaitu sebagai pihak pemberi Taryudi, Konsultan Lippo Grup; Fitra Djaja Kusuma, Konsultan Lippo Grup; dan Henry Jasmen, Pegawai Lippo Grup.

Sementara itu, sebagai pihak penerima ditetapkan tersangka sebagai berikut, yaitu Jamaludin, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi; Sahat MBJ Nahor, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Bekasi; Dewi Tisnawati, Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi; dan Neneng Rahmi, Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi.

Baca: Kisah Suwantik yang Hendak Nagih Hutang Malah Masuk Penjara

Pemberian terkait dengan izin-izin yang sedang diurus oleh pemilik proyek Meikarta seluas total 774 hektar diduga dibagi ke dalam tiga fase, yakni fase pertama 84,6 ha; fase kedua 252,6 ha; dan fase ketiga 101,5 ha.

Berdasarkan dugaan KPK, pemberian dalam perkara ini sebagai bagian dari komitmen fee proyek pertama dan bukan pemberian pertama dari total komitmen Rp 13 miliar melalui Dinas PUPR, Dinas Lingkungan Hidup, Pemadam Kebakaran, dan DPM-PTT.

"Diduga realisasi pemberian sampai saat ini adalah Rp 7 miliar melalui beberapa kepala dinas pada April, Mei, dan Juni 2018," lanjut Laode.

Sementara itu, dari lokasi OTT KPK mengamankan barang bukti berupa Uang SGD 90 ribu dan uang dalam pecahan Rp 100 ribu total Rp 513 juta.

KPK juga sudah mengamankan tiga unit mobil, yakni Toyota Avanza, Toyota Innova, dan BMW.

Sebagai pihak penerima ditetapkan tersangka sebagai berikut, yaitu Jamaludin, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi; Sahat MBJ Nahor, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Bekasi; Dewi Tisnawati, Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi; dan Neneng Rahmi, Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi.

Pihak yang diduga penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang­ Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Khusus untuk Jamaludin, Sahat MBJ Nahor, Dewi Tisnawati, dan Neneng Rahayu disangkakan melanggar Pasal U huruf a atau Pasal U huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sementara itu, pihak pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Ancaman pidana untuk penerimaan suap atau gratifikasi sangat tinggi yaitu maksimal 20 tahun atau seumur hidup (Pasal 12 a, b atau Pasal 12 B).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas