PPNI Ingatkan Program Satu Desa Satu Perawat kepada Para Capres dan Cawapres
PPNI merupakan organisasi berbadan hukum yang kini tepat pada 17 Maret 2019 berusia 45 tahun berulang tahun.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) merupakan organisasi profesi perawat, wadah yang menghimpun perawat secara nasional.
PPNI merupakan organisasi berbadan hukum yang kini tepat pada 17 Maret 2019 berusia 45 tahun berulang tahun.
Ulang tahun kali ini bertepatan dengan tahun politik, dimana agenda politik nasional hingga 14 April ke depan adalah tahapan kampanye calon anggota DPR, DPD dan DPRD serta pasangan calon presiden dan calon wakil presiden.
Untuk tidak menambah situasi menjadi “demam”, maka Perayaan HUT PPNI kali ini dilakukan dengan cara yang sangat sederhana sebagai bagian dari turut menjaga situasi agar tetap kondusif.
Dalam momentum debat calon wakil presiden (Cawapres) ke-3 yang digelar pada 17 Maret 2019 ini, Ketua Umum PPNI Harif Fadhillah mengingatkan cawapres yang berkompentisi untuk memperhatikan posisi perawat di Indonesia.
Baca: Tak Ada Pekerjaan, Begini Nasib Eks Perawat RSUD Anutapura yang Dirumahkan Pasca Bencana
Pertama, perawat merupakan 60 persen dari tenaga kesehatan yang ada, dan bertugas 24 jam per hari, 7 hari per minggu dan tidak terbatas pada geografi.
Kedua, perawat memberikan asuhan keperawatan yang menjangkau seluruh siklus kehidupan klien, dimulai dari pranikah-konsepsi-kelahiran-hingga menjelang ajal, dan dalam rentang sakit maupun sehat.
“Sebanyak 80 % kegiatan di fasyankes (rumah sakit maupun lainnya) adalah kegiatan keperawatan, dan bertanggung jawab pada length of stay. Selain itu, kedekatan perawat dengan masyarakat menjadi entri point bagi pemberdayaan masyarakan/klien dalam bidang kesehatan,” kata Harif dalam keterangannya, Minggu (17/3/2019).
Selain itu, PPNI mengusulkan kepada pasangan calon capres-cawapres 01 maupun pasangan capres-cawapres 02 untuk memberikan perhatian serius, nyata, berperikemanusiaan, dan berkeadilan bagi kesejahteraan perawat di seluruh nusantara.
Yang lebih penting, terang Harif, menjadikan program “Satu desa satu Perawat” sebagai bagian dari percepatan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK), dan dengan memanfaatkan sumber-sumber pendanaan yang sah termasuk dana desa.
PPNI pun mengusulkan penghapusan praktik rekrutmen ketenagaan perawat dengan status tenaga kerja sukarela (TKS), dimanapun dan oleh siapapun (pemerintah maupun swasta).
Selain itu, asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat di fasyankes dan praktik mandiri hendaknya dimasukkan ke dalam skema pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) secara berkeadilan.
Ada pula peraturan pelaksanaan Undang-undang RI No 38/2014 hendaknya secara serius ditangani dan diterbitkan.
“Konsil keperawatan segera dibentuk. Serta memberikan insentif yang wajar dan profesional kepada perawat yang bertugas di daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan sehingga mereka dapat hidup layak untuk melakukan peran dan fungsinya secara profesional,” ujarnya.