PPATK: Ada Laporan Intelijen, Dana Kampanye Sudah Ditarik Tunai Jauh Sebelum Pemilu Dimulai
Disebut, penarikan tunai dana kampanye sudah dilakukan dua sampai tiga tahun sebelum penyelenggaraan Pemilu.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebut meski potret transaksi dana kampanye Pilpres 2019 saat ini terbilang aman dan tertib.
Namun sesuai laporan intelijen, penarikan dana tunai untuk keperluan kampanye biasanya sudah disiapkan jauh hari sebelum pelaksanannya.
Disebut, penarikan tunai dana kampanye sudah dilakukan dua sampai tiga tahun sebelum penyelenggaraan Pemilu.
"PPATK juga memotret ada kecendurungan memang, semoga saya salah. Karena PPATK tak bisa menuduh. Ini ada laporan intelijen, membaca dari kecendurungan, penarikan dana tunai bisa terjadi 2 sampai 3 tahun sebelum Pemilu," kata Deputi Pemberantasan PPATK, Firman Shantyabudi dalam sebuah diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (5/4/2019).
Baca: TKD Banten: Mayoritas Pemilih Muslim Lebih Banyak Memilih Jokowi-Amin
Katanya, perputaran uang dilingkup pesta demokrasi luar biasa massive. Meski belum dapat membuktikan keterikatan perputaran transaksi itu secara rinci, namun potensi terjadinya politik uang masih dimungkinkan terjadi.
Karena penarikan uang secara tunai sudah dilakukan jauh-jauh hari, dan itu tidak termasuk yang dilaporkan ke KPU sebagai dana kampanye.
Dana tunai itu biasanya disimpan di sebuah "safe house" untuk dipergunakan pada saat masa kampanye.
"Ini faktanya. Itu sangat potensial, uangnya diambil, dipecah pecah uangnya, dikasih," ujarnya.
Ada juga transaksi yang tidak berbentuk uang seperti menggantinya dengan sesuatu yang punya nilai sama.
Lebih lanjut, bahkan ada calon yang dengan tanda petik mentraktir dana asuransi.
Itu adalah salah satu contoh transaksi yang tidak menggunakan rupiah.
Padahal prinsipnya, uang yang dipergunakan untuk kegiatan kampanye seharusnya diambil dari rekening dana kampanye yang dilaporkan ke KPU.
"Kami dari PPATK hanya berharap, kalau memang semua sudah menyerahkan rekening dana kampanye, angkanya ada, harusnya semua kegiatan yang dipakai harus menggunakan rekening dana kampanye," terangnya.
Telusuri Dana Sumbangan Asing
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terus menelusuri sumbangan dana asing untuk kampanye peserta Pilpres 2019.
PPATK melakukan pengawasan ketat terhadap transaksi keuangan terkait sumbangan dana kampanye, baik itu dari perorangan ataupun perusahaan asing.
Deputi Pemberantasan PPATK, Firman Shantyabudi menjelaskan, butuh waktu cukup lama untuk mengungkap transaksi ilegal yang dilakukan peserta Pilpres 2019.
Baca: Sandiaga Uno Sebut Menkeu Sri Mulyani akan Lebih Hebat Kalau Berada di Pemerintahan yang Kuat
"Sepanjang bisa ditemukan tentu kami akan mencari keterkaitan istri dan anaknya. Akan kita lihat, tentu kami butuh waktu," kata Firman dalam diskusi 'Mengawal Integritas Pemilu, Hak Pilih, Akuntabilitas Dana Politik, dan Penegakkan Hukum Pemilu' di Hotel Ashley, Jakarta Pusat, Jumat (5/4/2019).
Ketika ditanya seputar dugaan aksi korporasi perusahaan asing yang tercatat di Panama Papers mengalirkan dana kepada peserta Pilpres 2019, PPATK belum bisa langsung bertindak.
Sebab mereka harus lebih dulu melihat apakah aliran dana itu bersifat legal atau ilegal.
Baca: Alan Macau Pemandu Wisata yang Fasih Bahasa Indonesia dan Jawa
"PPATK harus melihat uang yang di luar sana itu waktu dari Indonesianya uang yang legal atau ilegal," katanya.
Kata dia, PPATK tidak akan tinggal diam soal perkara dugaan transaksi mencurigakan dalam Pilpres 2019 yang melibatkan perusahaan asing.
Mereka akan menelusuri dan membaca dugaan tersebut usai pemungutan suara di Pilpres 2019 selesai dilangsungkan.
"PPATK bisa menelisik uang itu bisa masuk atau tidak, tentunya akan ada tindaklanjut dengan aparat penegak hukum," ujar Firman.
Terkait perbedaan pernyataan Cawapres nomor 02 Sandiaga Uno dengan Bendahara Umum BPN Thomas Djiwandodo perihal dana kampanye yang sudah dipergunakan, Komisioner KPU RI Hasyim Asyari menjelaskan penggunaan dana kampanye untuk paslon Pilpres 2019 belum seluruhnya dilaporkan.
Baca: KPU Ungkap Kelemahan Aturan Penggunaan Dana Asing dalam Kampanye Pilpres 2019
Sebab, Laporan Akhir Dana Kampanye atau Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK) akan diserahkan peserta Pilpres kepada KPU paling lambat 14 hari sejak pemungutan suara dilakukan.
Artinya, tanggal 2 Mei 2019 adalah batas penyerahan LPPDK kepada KPU.
"Kan belum dilaporkan semua. Laporan dana kampanye akhir penerimaan dan pengeluaran itu nanti 14 hari setelah pemungutan suara. Jadi wajar saja kalau sekarang belum lengkap atau belum semua," kata Hasyim.
Kelemahan aturan
Komisioner KPU RI Hasyim Asyari menyebut sekalipun kandidat pasangan calon Pilpres 2019 mendapatkan aliran dana asing, hal itu tidak bisa dijadikan alasan untuk membatalkan kepesertaannya.
Sebab dalam Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, tidak mengatur ketentuan soal sanksi administratif yang bisa membatalkan mereka sebagai peserta Pilpres.
"Saya bilang Undang-Undang Pemilu kita tidak ada ketentuan sanksi administratif yang bisa membatalkan pasangan calon," ujar Hasyim Asyari dalam diskusi bertema Mengawal Integritas Pemilu, Hak Pilih, Akuntabilitas Dana Politik, dan Penegakkan Hukum Pemilu di Hotel Ashley, Jakarta Pusat, Jumat (5/4/2019).
Baca: Kronologi Pembunuhan Mbah Mentil oleh Kekasih Brondongnya Terungkap dalam Reka Ulang Kejadian
Namun, jika ada laporan dan ditemukan salah satu pasangan calon menerima sumbangan pihak asing, maka dana tersebut tidak boleh digunakan.
Kemudian pihak penerima harus menyetorkan dana yang didapat ke kas negara paling lambat 14 hari sejak dana diterima.
"Kalau ditemukan, pertama tidak boleh digunakan. Kedua, dilaporkan kepada KPU. Ketiga, disetorkan kepada kas negara paling lambat 14 Hari sejak diterimanya dana," kata Hasyim.
Persoalannya kemudian adalah kapan aliran dana itu diketahui.