Mengenal Sainte Lague, Metode Penghitungan Kursi DPR RI, DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota di Pileg 2019
Metode konversi perolehan suara partai ke kursi DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota pada Pileg 2019 menggunakan metode Sainte Lague.
Penulis: Dewi Agustina
Metode ini berfungsi mengkonversi suara menjadi kursi dan pilihan terhadap metode sangat penting, karena berpengaruh terhadap partai.
Bahtiar menjelaskan perbedaan dari metode Kuota Hare yang digunakan pada Pemilu sebelumnya dengan metode Sainte Lague yang digunakan pada Pemilu 2019.
Dalam Kuota Hare, ada dua tahapan yang harus dilalui untuk mengkonversi suara menjadi kursi.
Pertama, penentuan harga satu kursi dalam satu daerah pemilihan (Dapil) dengan menggunakan rumus V (vote) dibagi S (seat).
Kedua, jumlah perolehan suara partai politik di suatu Dapil dibagi dengan hasil hitung harga satu kursi yang telah dilakukan di tahap pertama untuk mengetahui jumlah perolehan kursi masing-masing partai di Dapil tersebut.
"Metode Kuota Hare paling dikenal di Indonesia sebab paling sering digunakan dari pemilu ke Pemilu," ujar Bahtiar.
Berbeda dengan metode Kuota Hare, metode Sainte Lague yang salah satu dari teknik penghitungan Divisor tidak menerapkan harga satu kursi sebagai bilangan pembagi untuk mencari perolehan kursi masing-masing partai.
Metode ini memiliki bilangan tetap untuk membagi perolehan suara masing-masing partai.
Logika yang dipakai adalah bahwa partai yang memperoleh suara tertinggi dari hasil pembagian diurutkan sesuai dengan alokasi kursi yang disediakan dalam satu Dapil yang berhak memperoleh kursi.
Teknik penghitungan suara Divisor Sainte Lague yang menerapkan bilangan pembagi suara berangka mulai 1,3,5,7, dan seterusnya, sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 415 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.