Idul Fitri di Kampung Sawah : Nilai Kejujuran Bertoleransi Hingga Marga Jadi Perekat
Tidak hanya mereka yang muslim, warga beragama kristen dan menjadi jemaat di Gereja yang letaknya hanya 50 meter dari Masjid, juga turut hadir
Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Abah mengatakan, nilai kejujuran sangat dirawat di Kampung Sawah.
Hal itu diucapkan olehnya ketika Tribun bertanya mengenai sikap yang toleran diantara berbagai agama di Kampung Sawah.
"Intinya, kejujuran. Kita harus jujur dengan diri kita sendiri dan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan," ucapnya.
Dia mengaku, beberapa kali terjadi potensi pergesekan diantara masyarakat.
Tapi, ia yang juga ketua MUI Jatimurni, Bekasi, menjelaskan setiap ada potensi riak gesekan, masyarakat memiliki budaya "ngobrol bareng".
Sehingga, permasalahan dapat selesai secara baik.
Dalam kegiatan itu, seluruh tokoh agama dan pengurus rumah ibadah harus berbicara secara jujur, apa yang sedang terjadi.
Dengan kejujuran itu, solusi yang tepat dapat dihasilkan saat diskusi berlangsung.
"Asalkan semua pihak bisa jujur, apa yang menjadi kekurangan, Insya Allah akan mendapatkan solusi yang baik," jelasnya.
Seorang Jemaat Gereja St. Sevartius Kampung Sawah, Gunawan Napiun mengatakan, salah satu perekat masyarakat setempat, adalah dengan adanya nama Marga di Kampung Sawah.
Beberapa Marga yang ada di sana, yakni, Napiun, Penjol, Centeng, Tibin, Peking, Empi, Sabajan, Kuli, Modo, Yulianus, Seran, Daniel, Kopo, Emeng, Joyo Sasmito Ngapon dan beberapa lainnya.
Dalam satu marga yang sama, lanjut dia, bisa saja berbeda agama.
"Jadi, satu rumah ada dua agama itu biasa saja di sini. Saya juga masih kerabat sama Abah. Dia Encang (sebutan paman dalam bahasa Betawi) saya," ungkapnya.
Kerukunan dalam keberagamaan di Kampung Sawah mulai mendunia. Kata dia, dalam waktu dua tahun terakhir ini, terdapat wisatawan Mancanegara yang datang berkunjung ke pinggiran Jakarta itu.