Singgung Kasus Bowo Sidik, BW: Jual-Beli Suara Masif di Pemilu 2019
Mantan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu mengaitkan kasus 'serangan fajar' Bowo dengan kecurangan di pemilihan presiden (Pilpres) 2019
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Tim Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Bambang Widjojanto, menyebut kasus korupsi jasa distribusi pupuk yang menjerat Politikus Partai Golkar, Bowo Sidik Pangarso.
Mantan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu mengaitkan kasus 'serangan fajar' Bowo dengan kecurangan di pemilihan presiden (Pilpres) 2019.
Dia menilai, kasus Bowo hanya fenomena gunung es. Pasalnya, kasus serangan fajar juga banyak terjadi di sejumlah daerah.
"Misalnya kasus Bowo Sidik, Bowo Sidik ketahuan (siapkan amplop,-red) 400 ribu kan. Lawyernya bilang Rp 1 Juta. Itu di daerah Jawa Tengah satu, kalau seluruh Jawa Tengah itu fenomena puncak gunung es," kata BW, pada saat jeda sidang PHPU Pilpres di Gedung MK, Jakarta, Jumat (14/6/2019).
KPK menyita 400 ribu amplop dari kantor PT Inersia milik Bowo. Amplop itu diduga digunakan untuk serangan fajar terkait pencalonan Bowo, yang maju sebagai calon anggota legislatif Partai Golkar dari daerah pemilihan (dapil) Jawa Tengah II.
Baca: TKN Sebut Prabowo-Sandi Paranoid Permasalahkan Imbauan Jokowi Kenakan Baju Putih
Berkaca dari kasus hukum yang menjerat Bowo, BW menduga kecurangan di pesta demokrasi rakyat itu tak hanya terjadi di kasus Bowo.
Dia menyebut, pembelian suara secara massif dilakukan untuk memenangkan salah satu paslon di Pilpres 2019.
"Dalam pemilu kali ini bisa terbongkar yang namanya vote buying (jual beli suara,-red) yang begitu massif," ungkap BW.
Untuk diketahui, Bowo Sidik merupakan tersangka terkait tindak pidana korupsi suap pelaksanaan kerja sama pengangkutan bidang pelayaran antara Pupuk Indonesia Logistik (PILOG) dengan PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) dan penerimaan lain yang terkait jabatan.
Diduga sebagai penerima adalah Bowo Sidik dan Indung dari unsur swasta. Sedangkan diduga sebagai pemberi, yaitu Marketing Manager PT HTK Asty Winasti.
Dalam konstruksi perkara kasus itu, dijelaskan bahwa pada awalnya perjanjian kerja sama penyewaan kapal PT HTK sudah dihentikan.
Terdapat upaya agar kapal-kapal PT HTK dapat digunakan kembali untuk kepentingan distribusi pupuk PT Pupuk Indonesia. Untuk merealisasikan hal tersebut, pihak PT HTK meminta bantuan kepada Bowo Sidik Pangarso.
Selanjutnya, pada 26 Februari 2019 dllakukan nota kesapahaman (MoU) antara PT PILOG (Pupuk lndonesia Logistik) dengan PT HTK.
Salah satu materi MoU tersebut adalah pengangkutan kapal milik PT HTK yang digunakan oleh PT Pupuk Indonesia.
Bowo diduga meminta fee kepada PT HTK atas biaya angkut yang diterima sejumlah USD2 per metrik ton.
Diduga sebelumnya telah terjadi enam kali penerimaan di berbagai tempat seperti rumah sakit, hotel, dan kantor PT HTK sejumlah Rp221 juta dan USD85.130.
Uang yang diterima tersebut diduga telah diubah menjadi pecahan Rp50 ribu dan Rp20 ribu sebagaimana ditemukan tim KPK dalam amplop-amplop di PT Inersia Jakarta.
Selanjutnya, KPK pun mengamankan 84 kardus yang berisikan sekitar 400 ribu amplop berisi uang itu diduga dipersiapkan oleh Bowo Sidik Pangarso untuk serangan fajar pada Pemilu 2019.
Uang tersebut diduga terkait pencalonan Bowo sebagai anggota DPR RI di Daerah Pemilihan Jawa Tengah II.