Baiq Nuril Akan Ajukan Penangguhan Eksekusi Guna Susun Permohonan Amnesti Kepada Jokowi
Penasihat hukum Baiq Nuril bakal mengajukan penangguhan penahanan kepada Jaksa Agung.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penasihat hukum Baiq Nuril bakal mengajukan penangguhan penahanan kepada Jaksa Agung.
Permintaan penangguhan penahanan ini dimaksudkan demi bisa memberi waktu lebih panjang untuk menyusun permohonan amnesti kepada Presiden Jokowi.
Hal itu disampaikan Anggota Komisi VI DPR RI, Rieke Diah Pitaloka selaku pendamping Baiq Nuril usai bertemu Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly di Kantor Kemenkumham, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (8/7/2019) petang.
"Kami sendiri sedang akan mengajukan penangguhan eksekusi kepada Jaksa Agung, sehingga bu Nuril tidak ditahan," kata Rieke Diah Pitaloka.
Baca: Lion Air dan Citilink Beri Diskon 50 Persen Dari Tarif Batas Atas LCC, Bagaimana AirAsia ?
Baca: Pengamat: Jokowi Masih Perlu Satu Partai Lagi Untuk Loloskan Agenda Pemerintahannya di DPR
Baca: Pimpinan KPK Belum Ada Jadwal Bertemu Ombudsman Bahas Pelesiran Idrus Marham
Soal Presiden Jokowi yang memberikan perhatian terhadap kasus Baiq Nuril, Rieke mendukung sepenuhnya.
Ia harap perhatian presiden kemudian bisa berbentuk pemberian amnesti bagi Baiq Nuril.
"Mohon dukungannya dari seluruh masyarakat Indonesia. Dan kami tentu saja mendukung perhatian bapak presiden dan mendukung penuh pak presiden untuk memberikan amnesti kepada Ibu Nuril," katanya.
Bukan kasus kecil
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly menyebut masalah yang menimpa Baiq Nuril bukan kasus kecil.
Menurutnya perkara ini adalah soal keadilan yang dirasakan Baiq Nuril dan juga banyak wanita lain di luar sana.
"Begini, ini bukan kasus kecil. Ini adalah menyangkut rasa keadilan yang dirasakan oleh ibu Baiq Nuril dan banyak wanita-wanita lainnya," ujar Yasonna usai bertemu Baiq Nuril di Kemenkumham, Jakarta Selatan, Senin (8/7/2019).
Rasa ketidakadilan yang dimaksud Yasonna yakni bagaimana seorang korban pelecehan seksual malah seperti dikorbankan.
Mereka yang berstatus sebagai korban pelecehan seksual justru dipidanakan.
Baca: Tak Diketahui Sebabnya, Hepriaman Kapak Leher Ayahnya Hingga Putus
Baca: Amnesty Internasional Indonesia Akan Temui Kapolda Metro Jaya Bahas Korban Tewas Insiden 22 Mei
Dalam kasus tersebut, Yasonna menangkap hal ini bahkan lebih besar secara politik.
Ia beranggapan, bila Baiq Nuril tidak diberi kesempatan mengajukan kewenangan konstitusional lewat amnesti, maka mungkin saja ribuan wanita lainnya yang menjadi korban kekerasan seksual tidak berani bersuara.
Rasa ketakutan akan menyelubungi para korban, dimana mereka enggan mengadukan pelecehan seksual yang menimpanya kepada aparat penegak hukum.
"Kalau ini tidak diberikan kesempatan untuk kewenangan konstitusional amnesti kepada beliau. Ada banyak mungkin ribuan wanita wanita korban kekerasan seksual atau pelecehan tidak akan berani bersuara. Karena takut, bisa-bisa kalau saya mengadu, aku yang dikorbanin," ungkap Yasonna.
Amnesti paling memungkinkan
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly menyebut hal yang paling memungkinkan untuk menuntaskan kasus Baiq Nuril adalah amnesti.
Yasonna mengacu pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 Juncto Nomor 5 Tahun 2010 yang menjelaskan pemberian grasi oleh kepala negara dapat diberikan kepada mereka yang telah dijatuhi hukuman minimal 2 tahun.
Sementara Baiq Nuril hanya dijatuhi vonis 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsidier tiga bulan kurungan sesuai dengan vonis kasasi.
"Dari pilihan yang ada, grasi atau amnesti yang paling dimungkinkan adalah amnesti," kata Yasonna usai bertemu Baiq Nuril di Kemenkumham, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (8/7/2019).
Baca: Polisi Akan Periksa Rey Utami, Pablo Benua, Hingga Barbie Kumalasari Terkait Kasus Ikan Asin
Baca: Mengenal Ismeth Alatas, Mantan Suami Tsamara Amany yang Bercerai Setelah 2 Tahun Menikah
Baca: Baiq Nuril Kukuhkan Tekat Berangkat ke Jakarta untuk Ajukan Amnesti ke Pesiden Jokowi
Yasonna juga mengatakan ia telah diminta Presiden Joko Widodo lewat Menteri Sekretariat Negara (Mensesneg) untuk mengkaji pengajuan amnesti tersebut secara mendalam.
Terutama pada lingkup solusi konstitusional dan konstruksi hukum yang bisa dilakukan dalam kasus Baiq Nuril.
"Saya sudah diminta bapak Presiden melalui Mensesneg untuk mengkaji hal ini secara mendalam solusi konstitusional dan konstruksi hukum yang dapat dilakukan untuk kasus ini," kata dia.
Sebelumnya terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang ITE, Baiq Nuril bersama anggota DPR RI Rieke Diah Pitaloka, sambangi kantor Kementerian Hukum dan HAM, untuk bertemu Menkumham Yasonna Laoly.
Baca: Masih Ingat Sony Wakwaw? Begini Keadaannya Usai Tak Tampil di TV, Sempat Bisnis tapi Bangkrut
Mereka tiba di lokasi sekitar pukul 16.02 WIB, Baiq Nuril turut membawa dua pengacaranya Joko Jumadi dan Widodo, untuk menemui Yasonna.
Rieke mengatakan, maksud kedatangan mereka adalah untuk berkonsultasi dengan Menkumham Yasonna terkait opsi pengajuan permohonan amnesti ke Presiden Joko Widodo.
Politikus PDIP ini berharap Presiden Joko Widodo dapat memberikan perhatian khusus terhadap kasus Baiq Nuril tersebut.
"Mudah-mudahan ada hasil terbaik untuk bu Nuril dan Insya Allah Pak Jokowi beri perhatian khusus," ujarnya.
Dukungan anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PPP, Arsul Sani mendukung pemberian amnesti kepada Baiq Nuril.
Hal itu menyusul penolakan Mahkamah Agung (MA) atas peninjauan kembali (PK) yang diajukan Baiq Nuril karena kasus UU ITE.
Namun, ia menegaskan DPR akan mempertimbangkan jika Presiden Jokowi nantinya bersurat kepada parlemen.
"InsyaAllah mendukung, cuma posisi DPR kan menunggu apa yang nanti dimintakan pertimbangan dalam surat Presiden kepada DPR," kata Arsul Sani kepada wartawan, Minggu (7/7/2019).
Ia mengatakan sesuai Pasal 14 ayat 2 UUD 1945, Presiden memang memiliki kewenangan konstitusional untuk memberikan amnesti dengan pertimbangan DPR.
Baca: Politikus Golkar Sebut Rekonsiliasi Dengan Pemulangan Habib Rizieq Shihab Tidak Ada Korelasinya
Baca: Mayangsari Rayakan Ulang Tahun Pernikahan Bersama Bambang Trihatmodjo yang ke-19
Baca: Sebelum Meninggal, Sutopo Purwo Pamit & Unggah Permintaan Maaf untuk Orang Tua dan Warga Indonesia
Arsul memastikan ia dan teman-teman di Komisi III akan mengkaji secara mendalam pemberian amnesti Baiq Nuril.
"Karena itu, jika nantinya permohonan amnesti tersebut telah diterima Presiden dan kemudian dimintakan pertimbangan kepada DPR, kami yang di DPR akan mengkajinya secara mendalam dengan semangat mendukung prinsip keadilan," katanya.
Majelis hakim Mahkamah Agung (MA) akhirnya menolak Peninjauan Kembali (PK) tenaga honorer SMAN 7 Mataram, Baiq Nuril dalam kasus penyebaran konten bermuatan asusila.
Dengan ditolaknya PK tersebut, Baiq Nurilpun tetap divonis 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsidier tiga bulan kurungan sesuai dengan vonis kasasi.
Baca: Kalimat Kotor di Antara Pertengkaran Messi dan Medel
"Sudah putus. Mahkamah Agung menolak permohonan peninjauan kembali (PK) pemohon/terpidana Baiq Nuril yang mengajukan PK ke MA dengan nomor 83 PK/Pid.Sus/2019," ujar juru bicara MA, Hakim Agung Andi Samsan Nganro dalam keterangan tertulisnya, Jumat (5/7/2019).
Setelah upaya PK yang diajukannya ditolak, Baiq Nuril membuat surat kepada Presiden Jokowi. Dalam surat itu, dia menagih janji Jokowi untuk memberikan amnesti.
"Bapak Presiden, PK saya ditolak, saya memohon dan menagih janji bapak untuk memberikan amnesti karena hanya jalan ini satu-satunya harapan terakhir saya," kata Baiq Nuril, dikutip dari tulisan tangan dalam lembaran kertas, Sabtu (6/7/2019).