Kadiv Humas Polri Dilaporkan Kivlan Zen ke Div Propam Polri
Irjen Pol Mohammad Iqbal dilaporkan oleh mantan Kepala Staf Kostrad Mayjend TNI (Purn) Kivlan Zen ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propram) Polri.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Malvyandie Haryadi
Kadiv Humas Polri Dilaporkan Kivlan Zen ke Div Propam Polri
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kadiv Humas Polri Irjen Pol Mohammad Iqbal dilaporkan oleh mantan Kepala Staf Kostrad Mayjend TNI (Purn) Kivlan Zen ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propram) Polri.
Pelaporan itu tercantum dalam surat tanda terima pengaduan bernomor SPSP2/1488/VI/2019/BAGYANDUAN dan tertanggal 17 Juni 2019.
Pengajuan itu dilakukan oleh perwakilan Kivlan Zen yang telah diberi kuasa yakni pengacara bernama Julianta Sembiring.
Adapun pelaporan itu merujuk pada video pengakuan tersangka terkait dugaan keterlibatan Kivlan Zen dalam kasus rencana pembunuhan tokoh nasional.
Baca: Tradisi Bisyaroh di Pesantren Tak Ada Kaitan dengan Kasus Jual-Beli Jabatan di Kemenag
Baca: Ajun Perwira Akui Pertengkaran dengan sang Istri Sebagai Bumbu Pernikahan
Baca: Dialog: Polemik Amnesti Bagi Baiq Nuril (1)
Rekaman pengakuan para tersangka itu diputar saat jumpa pers di Kantor Kemenkopolhukam oleh kepolisian, Selasa (11/6/2019).
Kuasa hukum Kivlan Zen, Tonin Tachta Singarimbun, menyebut selain Iqbal ada dua polisi lain yang turut dilaporkan dengan dugaan pelanggaran etik dan penyalahgunaan wewenang.
Mereka adalah Wadir Reskrimum Polda Metro Jaya AKBP Ade Ary Syam Indradi dan Kompol Pratomo Widodo.
Tonin mengatakan ketiganya menyiarkan berita bohong dimana kliennya memiliki rencana melakukan pembunuhan tokoh nasional serta kepemilikan senjata api ilegal.
"Menyiarkan berita bohong melalui televisi, kan berita bohong membilang Kivlan Zen pemilik senjata api, kedua, rencana pembunuhan. Kalau polisi nggak boleh begitu dong," ujar Tonin, ketika dikonfirmasi, Senin (8/7/2019) malam.
Tonin menilai video pengakuan para tersangka yang menuduh kliennya adalah rekayasa.
Ia juga menyebut seharusnya konten yang sudah dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tidak diungkap ke publik oleh aparat.
"BAP itu kan hanya di persidangan boleh dibuka, kalau membuka di luar persidangan artinya itu sudah otoriter. Kan kebenarannya belum bisa, nanti setelah di persidangan," tegasnya.