Ketimbang Beri Amnesti Kepada Nuril, Fahri Sarankan Jokowi Keluarkan Perppu Ganti UU ITE
Hakim MA justru memutus Nuril bersalah pada 26 September 2018. Ia dijatuhi hukuman penjara 6 bulan dan denda Rp 500 juta.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Fajar Anjungroso
![Ketimbang Beri Amnesti Kepada Nuril, Fahri Sarankan Jokowi Keluarkan Perppu Ganti UU ITE](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/temui-menkumham-baiq-nuril-bahas-pemberian-amnesti_20190708_215146.jpg)
Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai bahwa kasus yang menjerat Baiq Nuril dikarenakan adanya pasal karet dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Oleh karena itu agar kasus Nuril tidak terulang, Fahri menyarankan Presiden Jokowi mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu), untuk menghapus pasal Karet dalam UU ITE itu.
"Pasal karethya itu diterabas aja. Saya usul presiden Perppu aja biar engga rame," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, (9/7/2019).
Karena kata Fahri, bila menunggu revisi Undang-undang ITE di DPR maka akan ramai lagi, dan akan muncul kasus Nuril lainnya.
"Kalau dibawa ke sini (DPR)nanti rame lagi. Cuma dua lembar (Perppu) tok saja bawa ke DPR nanti disetujui," katanya.
Fahri menilai, apabila Jokowi hanya memberikan Amnesti untuk Nuril, maka akan dituding pilih kasih. Meskipun dengan memberikan amnesti, Jokowi akan terkesan sebagai Pahlawan.
"Daripada presiden urusi satu kasus perkasus, UU ITE aja akhiri, nanti capek presiden. Meski presiden tampak kayak pahlawan ngasih Amnesti tapi kan capek nanti orang pilih kasih, banyak nanti itu," pungkasnya.
Baca: Perjalanan Panjang Baiq Nuril Mencari Keadilan...
Sebelumnya, Baiq Nuril merupakan Guru Honorer di SMAN 7 Mataram, kasusnya berawal pada 2012 lalu. Saat itu, ia ditelepon oleh kepala sekolahnya, Muslim.
Percakapan telepon tersebut mengarah pada pelecehan seksual. Karena selama ini kerap dituding memiliki hubungan dengan muslim, Nuril kemudian merekam percakapan tersebut pada telepon genggamnya.
Karena didesak teman-teman sejawatnya Nuril kemudian menyerahkan rekaman tersebut untuk digunakan sebagai barangbukti laporan dugaan pelecehan seksual atau pencabulan oleh muslim ke dinas pendidikan.
Akibat laporan tersebut sang Kepala Sekolah akhirnya dimutasi. Karena tidak menerima, Muslim lalu melaporkan Nuril ke polisi dengan tuduhan pelanggaran UU ITE karena menyebarkan rekaman percakapan tersebut. Laporan itu membuat Nuril sempat ditahan oleh Kepolisian.
Di Pengadilan Negerin Mataram Nuril sebenarnya di Vonis bebas, namun Jaksa saat itu tidak puas dan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
Hakim MA justru memutus Nuril bersalah pada 26 September 2018. Ia dijatuhi hukuman penjara 6 bulan dan denda Rp 500 juta.
Kasus tersebut kemudian mengundang simpati publik. Apalagi kemudian sang kepala sekolah Muslim justru malah mendapatkan Promosi jabatan sebagai kepala Bidang Pemuda dan Olahraga Kota Mataram.
Selain itu, laporan Nuril adanya dugaan pelecehan seksual atau pencabulan oleh atasannya tersebut dihentikan Polda NTB dengan dalih kurangya bukti.
Kuasa hukum Nuril lalu mengajukan upaya hukum terakhir yakni Peninjauan Kembali (PK) ke MA pada Januari 2019. Pada 4 Juli, MA menolak PK yang diajukan kuasa hukum.
Dengan PK tersebut, Nuril kemudian memperjuangkan keadilan dengan meminta belas kasihan presiden. Ia berencana meminta Amnesti kepada presiden atas kasus yang menjeratnya itu.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.