Siaran Pers Terbaru BMKG soal Viralnya Info Potensi Gempa 8,8 SR dan Tsunami Dahsyat di Selatan Jawa
Siaran Pers Terbaru BMKG soal Viralnya Info Potensi Gempa 8,8 SR dan Tsunami Dahsyat di Selatan Jawa
Penulis: Daryono
Setelah naik ke daratan, dia pun bersemedi.
Semedinya mengeluarkan hawa panas yang menyebabkan gelombang besar.
Gelombang ini mematikan segala makhluk, merobohkan tumbuh-tumbuhan yang ada di daratan dan mengganggu makhluk-makhluk pengikut Nyi Roro Kidul.
Saat itulah, Nyi Roro Kidul menemui Panembahan Senopati dan memintanya untuk berhenti bersemedi karena menganggu rakyatnya.
Mereka pun mencapai kesepatakan, dan Nyi Roro Kidul berjanji akan membantu Panembahan Senopati untuk mendirikan kerajaan Mataram Islam.
Mencari bukti-bukti tsunami
Eko mengatakan, jika mitos Nyi Roro Kidul memang berkaitan sama fenomena alam, maka fenomena alam itu harusnya terekam dalam sebuah dokumen yang lebih valid secara ilmiah.
Secara kebetulan, Eko mendapatkan salinan dari disertassi Alfred Wichmann, seorang ahli geologi Hindia-Belanda.
Dalam disertasinya, Wichmann mencatat kejadian-kejadian tsunami, gempa bumi dan letusan gunung api di Indonesia dari tahun 300 hingga 1850 berdasarkan macam-macam sumber, mulai dari mitos, cerita rakyat hingga catatan orang Eropa yang sedang berada di Indonesia.
Disertasi Wichmann menyebutkan bahwa pada 1584-1586, ada dua gempa besar yang mengguncang seluruh selatan jawa.
Lalu, pada kisaran waktu yang sama, ada tiga gunung yang meletus yakni Gunung Ringgit, Gunung Kelut dan Gunung Merbabu.
“Dikatakan gempa itu mengguncang seluruh selatan Jawa. Kalau deskripsinya benar, gempa itu kemungkinan besar terjadi di jalur subduksi selatan Jawa (di lautan) dan bukan daratan Pulau Jawa. Karena kalau dari sesar di daratan, gempa itu hanya akan dirasakan oleh wilayah yang tebatas sekali,” tutur Eko.
Baca: Info BMKG: Peringatan Dini Sejumlah Wilayah Alami Cuaca Ekstrem, Berlaku 19-21 Juli 2019
Di samping disertasi Wichmann, Eko dan timnya juga melakukan penelitian lanjutan sejak 2006 untuk mencari bukti adanya tsunami raksasa yang dipicu oleh gempa sekitar 400 tahun yang lalu.
Bila memang benar terjadi, seharusnya bukti dapat ditemukan pada hampir semua tempat di pantai selatan Jawa.
Penelitian Eko membuahkan hasil.
Bukti ditemukan di Lebak, Ciledug, Pangandaran dan sekitarnya, Cilacap, Kutoarjo, Lumajang bahkan selatan Bali.
“Kami menyimpulkannya, tsunami besar itu memang pernah terjadi 400 tahun lalu,” ujar Eko.
Legitimasi politik
Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana sebuah fenomena tsunami besar dituturkan sebagai mitos?
Menurut Eko, mitos ratu pantai selatan sebenarnya adalah bukti bahwa Panembahan Senopati merupakan orang yang sangat cerdas secara politik.
Pasalnya, di samping pertemuan pertama Panembahan Senopati dan Nyi Roro Kidul, Babad Tanah Jawa juga menceritakan banyak mitos-mitos lain.
Sebagai contoh adalah tentang kakek Panembahan Senopati yang sakti dan bisa memegang petir.
Lalu, ada juga kisah mengenai ayah Panembahan Senopati berhasil meminum sebuah kelapa dalam satu tenggak.
Rupanya, keturunan orang yang bisa meminum kelapa itu dalam satu tenggak akan ditakdirkan menjadi raja.
Membaca mitos-mitos ini dalam konteks sosio-kultural, Eko pun mendapatkan kesimpulan bahwa Panembahan Senopati memanfaatkan suatu peristiwa alam (tsunami dan letusan gunung) untuk menambahkan legitimasinya sebagai raja, meskipun dia tidak berdarah biru.
Jika melihat mitos-mitos itu saja, naiknya Panembahan Senopati telah ditakdirkan karena kakeknya yang sakti dan ayahnya bisa meminum kelapa dalam satu tenggak.
Bahkan, Ratu Pantai Selatan dan Penguasa Merapi pun merestuinya.
Kisah Nyi Roro Kidul dan hasil pemodelan potensi tsunami selatan Jawa memberi pesan bahwa penduduk di sekitar wilayah Samudera Hindia selatan Jawa hingga Nusa Tenggara harus waspada.
Baca: Pantai Jawa Berpotensi Gempa 8.8 SR dan Tsunami, BMKG Tegaskan Perbedaan Potensi dan Prediksi
Tsunami pasti akan terjadi walau kita tak tahu kapan.
Yang bisa dilakukan adalah bersiap-siap sehingga meminimalkan korban.
(Tribunnewes.com/Daryono) (Kompas.com/Shierine Wangsa Wibawa)