Dua Pejabat SPAM PUPR Bacakan Nota Pembelaan
Pada pembacaan pembelaan, Anggiat mengakui perbuatan. Dia meminta kepada majelis hakim untuk memberikan keringanan hukuman.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menggelar sidang kasus suap proyek sistem penyediaan air minum (SPAM) di Kementerian PUPR.
Pada Rabu (24/7/2019) ini, sidang beragenda pembacaan pledoi atau pembelaan.
Dua terdakwa Anggiat P Nahot S, Kepala Satuan Kerja SPAM Strategis/Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) SPAM Lampung dan Donny Sofyan Arifin, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Toba 1 membacakan pembelaan.
Pada pembacaan pembelaan, Anggiat mengakui perbuatan. Dia meminta kepada majelis hakim untuk memberikan keringanan hukuman.
Dia meminta keringanan hukuman karena sejumlah alasan. Pertama, Rosanti Jasmani, istri Anggiat, hidup seorang diri.
Padahal, dia mengeluhkan kondisi istrinya yang secara rutin harus berobat karena mengidap penyakit diabetes dan jantung.
"Pada kesempatan ini kembali saya memohon maaf kepada yang mulia majelis hakim dan bapak/ibu jaksa penuntut umum atas kelalaian dan kesalahan saya ini dalam penyampaian pledoi pribadi ini saya memohon keringanan hukuman kepada yang mulia majelis hakim," kata Anggiat di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Baca: Jaksa Tuntut Pejabat Kementerian PUPR 8 Tahun Penjara
Di persidangan, Anggiat menyanyikan lagu rohani "Walau Ku Tak Dapat Melihat".
"Izinkan saya mengutip atau penyanyi rap dari lagu walaupun ku tak dapat melihat," kata dia.
Sementara itu, terdakwa Donny Sofyan Arifin sempat meneteskan air mata pada saat membacakan pembelaan.
Dia mengaku mendapatkan pengalaman berharga dari kasus yang menjeratnya tersebut.
"Yang mulia majelis hakim dan bapak/ibu yang saya banggakan sungguh pengalaman yang sangat berharga saya bisa berada di dalam ruang sidang ini dalam penegakan hukum yang mulia saya mengaku angkat telepon saya dan menerima uang haram seperti yang dibacakan jaksa penuntut umum dalam tuntutan sebesar Rp 820 juta," tambahnya.
Untuk diketahui, kasus ini berawal dari upaya suap sejumlah PPK pada Ditjen Cipta Karya Kementerian PUPR senilai Rp4,131 miliar, USD38 ribu, dan SGD23 ribu yang diberikan secara bertahap.
Suap diberikan agar PPK tidak mempersulit pengawasan proyek. Sehingga, pencairan anggaran kegiatan proyek di lingkungan satuan kerja sistem SPAM strategis dan satuan kerja tanggap darurat pemukiman pusat Direktorat Cipta Karya Kementerian PUPR yang dikerjakan PT WKE dan PT TSP dapat diperlancar.