Mengenang Sosok Mbah Moen, Ulama Kharismatik yang Meninggal Dunia di Tanah Suci
Selama ini, Kiai Maimoen merupakan rujukan ulama Indonesia, dalam bidang fiqih karena Kiai Maimoen menguasai secara mendalam ilmu fiqih.
Editor: Dewi Agustina
Di Makkah, Kiai Maimun Zubair mengaji kepada Sayyid Alawi bin Abbas al-Maliki, Syekh al-Imam Hasan al-Masysyath, Sayyid Amin al-Quthbi, Syekh Yasin Isa al-Fadani, Syekh Abdul Qodir al-Mandaly dan beberapa ulama lainnya.
Kiai Maimoen juga meluangkan waktunya untuk mengaji ke beberapa ulama di Jawa, di antaranya Kiai Baidhowi, Kiai Ma'shum Lasem, Kiai Bisri Musthofa (Rembang), Kiai Wahab Chasbullah, Kiai Muslih Mranggen (Demak), Kiai Abdullah Abbas Buntet (Cirebon), Syekh Abul Fadhol Senori (Tuban), dan beberapa kiai lain. Kiai Maimun juga menulis kitab-kitab yang menjadi rujukan santri. Di antaranya, kitab berjudul al-ulama al-mujaddidun.
Selepas kembali dari tanah Hijaz dan mengaji dengan beberapa kiai, Kiai Maimoen kemudian mengabdikan diri untuk mengajar di Sarang, di tanah kelahirannya.
Pada 1965, Kiai Maimoen kemudian istiqomah mengembangkan Pesantren al-Anwar Sarang.
Pesantren ini, kemudian menjadi rujukan santri untuk belajar kitab kuning dan mempelajari turats secara komprehensif.
Selama hidupnya, Kiai Maimoen memiliki kiprah sebagai penggerak. Ia pernah menjadi anggota DPRD Rembang selama 7 tahun.
Baca: Kabur Usai Baku Tembak, Abdul Lahab Diduga Sempat Makan Nanas di Perkebunan untuk Bertahan Hidup
Selain itu, beliau juga pernah menjadi anggota MPR RI utusan Jawa Tengah.
Kini, karena kedalaman ilmu dan kharismanya, Kiai Maimoen Zubair diangkat sebagai Ketua Majelis Syariah Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Politik dalam diri Kiai Maimoen bukan tentang kepentingan sesaat, akan tetapi sebagai kontribusi untuk mendialogkan Islam dan kebangsaan.
Kiai Maimun merupakan seorang faqih sekaligus muharrik, pakar fiqh sekaligus penggerak. (NU Online/Mahbib)