Soal Ketua MPR, PDIP Ingin Ada Musyawarah Mufakat Semua Partai Politik
Yasonna Laoly berharap ada musyarawah mufakat dalam penentuan posisi ketua MPR dari semua partai politik di tanah air.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politisi PDI Perjuangan (PDIP) Yasonna Laoly berharap ada musyarawah mufakat dalam penentuan posisi ketua MPR dari semua partai politik di tanah air.
"Ya kami serahkan saja nanti pada para koalisi dan seluruh partai-partai. Kalau boleh musyawarah mufakat dulu, jangan ada voting lah, karena MPR ini kan Majelis Permusyawaratan Rakyat," kata Yasonna di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (12/8/2019).
Ketua bidang Hukum HAM dan Perundang-undangan PDIP itu menilai, pemilihan ketua MPR berbeda dengan ketua DPR yang sudah pasti diduduki partai pemenang Pemilu.
"Kalau di MPR tidak demikian, maka musyawarah saja. Serahkan pada seluruh partai politik yang ada, tidak hanya koalisi tapi semua partai politik untuk duduk bersama," papar Yasonna.
Menurutnya, penentuan ketua MPR yang dilakukan secara musyawarah mufakat semua partai akan lebih baik karena hasil keputusan bersama dan hal ini perlu dibicarakan oleh pimpinan partai.
"Biarlah nanti mereka, pimpinan-pimpinan partai aja yang bicarakan itu (untuk musyawarah mufakat)," ucap Menteri Hukum dan HAM itu.
Baca: Mulai dari Basarah Hingga Yasonna Masuk Bursa Calon Pimpinan MPR dari PDIP
Baca: Perseteruan Selesai, Yasonna Anggap Arief Wismansyah Sebagai Adik
Baca: Terungkap, Sosok Ini Disebut-sebut Bakal Gantikan Steven Paulle di Persija Jakarta
Tak ada untungnya untuk rakyat
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Indria Samego menyayangkan ada elite partai politik memberi usulan penambahan jumlah pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menjadi 10 orang.
Indria Samego menegaskan usulan elite Partai politik yang meminta penambahan pimpinan MPR RI tidak ada nilai kepentingannya bagi rakyat.
Pun tak ada kaitannya dengan efektivitas kerja kelembagaan MPR itu sendiri.
"Gak ada yang penting buat rakyat dan efektivitas kerja kelembagaan," tegas Indria Samego yang juga anggota dewan pakar The Habibie Center ini kepada Tribunnews.com, Senin (12/8/2019).
Usulan tersebut, menurut dia, akan semakin membuat buruk citra partai politik di mata masyarakat.
"Semuanya hanya usulan parpol yang menunjukkan tidak membaiknya fungsi partai," jelas Indria Samego.
Bagi dia, MPR RI itu adalah lembaga yang berpikir dan memperjuangkan kepentingan rakyat. Bukan kepentingan partai politik.
Elite PAN mengusulkan agar pimpinan MPR menjadi 10 orang untuk meredakan ribut-ribut soal perebutan tersebut.
Ini menyusul pernyataan PDI Perjuangan yang membuka peluang untuk membuat paket pimpinan MPR bersama eks partai koalisi Prabowo Subianto dengan syarat mendukung amendemen terbatas UUD 1945.
"Awal periode ini kan pimpinan MPR 5 orang. Setelah beberapa saat, diubah menjadi 8 orang. Tentu sangat baik jika pimpinan yang akan datang disempurnakan menjadi 10 orang dengan rincian 9 mewakili fraksi-fraksi dan 1 mewakili kelompok DPD," Wasekjen PAN Saleh Partaonan Daulay kepada wartawan, Minggu (11/8/2019).
Soal siapa ketuanya, kata dia, itu bisa dimusyawarahkan untuk mencapai mufakat.
Berdasarkan UU MD3 No 2/2018, pimpinan MPR periode 2019-2024 terdiri atas 1 orang ketua dan 4 wakil yang terdiri atas unsur fraksi dan perwakilan DPD.
Sementara itu, sebelumnya, pimpinan MPR berjumlah 8 orang setelah adanya revisi terhadap UU MD3 No 17/2014.
Jangan Bagi-bagi Kekuasaan
Pengamat politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio mengkritik usulan penambahan jumlah pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menjadi 10 orang.
Partai Golkar menanggapi usulan Partai Amanat Nasional (PAN) agar pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menjadi 10 orang untuk meredakan ribut-ribut soal perebutan 'kursi panas' tersebut.
Hendri Satrio menegaskan, MPR RI bukanlah lembaga yang mengakomodasi kekuasaan. MPR adalah lembaga yang mewakil rakyat.
Baca: Mendagri Tegaskan Indonesia Perlu GBHN
Baca: Survei Global Firepower Sebut Militer Indonesia Lebih Kuat dari Israel
Baca: 4 Fakta Kasus Pelecehan Seksual di Bintaro, Pelaku Tak Muncul Lagi di Lokasi Kejadian
Jadi, imbuh dia, jangan pernah ada agenda kepentingan bagi-bagi kursi kekuasaan oleh elite partai politik di MPR RI.
"MPR itu mewakili rakyat. Karena itu jangan kepentingan bagi-bagi kursi elite partai politik diletakkan, dikedapankan untuk bagi-bagi kekuasan," tegas pendiri lembaga analisis politik KedaiKOPI ini kepada Tribunnews.com, Senin (12/8/2019).
Sebaiknya dia menyarankan agar tetap fokus pada struktur pimpinan MPR yang sudah diatur dalam Undang-undang (UU) tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD (MD3).
"Jauh lebih baik lagi, fokus bekerja untuk menyejahterakan rakyat. Bukan bagi-bagi kekuasaan di MPR," jelas Hendri Satrio.
Saat ini, berdasarkan UU MD3 No 2/2018, pimpinan MPR periode 2019-2024 terdiri atas 1 orang ketua dan 4 wakil yang terdiri atas unsur fraksi dan perwakilan DPD.
Sementara itu, sebelumnya, pimpinan MPR berjumlah 8 orang setelah adanya revisi terhadap UU MD3 No 17/2014.
Elite PAN mengusulkan agar pimpinan MPR menjadi 10 orang untuk meredakan ribut-ribut soal perebutan tersebut.
Ini menyusul pernyataan PDI Perjuangan yang membuka peluang untuk membuat paket pimpinan MPR bersama eks partai koalisi Prabowo Subianto dengan syarat mendukung amendemen terbatas UUD 1945.
"Awal periode ini kan pimpinan MPR 5 orang. Setelah beberapa saat, diubah menjadi 8 orang. Tentu sangat baik jika pimpinan yang akan datang disempurnakan menjadi 10 orang dengan rincian 9 mewakili fraksi-fraksi dan 1 mewakili kelompok DPD," Wasekjen PAN Saleh Partaonan Daulay kepada wartawan, Minggu (11/8/2019).
Soal siapa ketuanya, kata dia, itu bisa dimusyawarahkan untuk mencapai mufakat.