Temuan Cacing pada Air PDAM di Tangerang Layak Dijadikan Pertimbangan Swasta Bisa Berusaha di SPAM
RUU Sumber Daya Air tidak membatasi pengusahaan air minum dalam kemasan (AMDK) oleh kalangan swasta
Editor: Eko Sutriyanto
Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU) menegaskan sektor usaha tetap memiliki hak untuk mendapatkan kepastian berusaha dengan alokasi sumber daya air yang mencukupi bagi proses produksinya agar perekonomian nasional dapat tumbuh.
PBNU memandang tidak ada masalah pengelolaan air oleh pihak swasta sepanjang ada ketegasan pengaturan oleh pemerintah. Karena itu, PBNU meminta penyusunan Rancangan Undang-Undang Sumber Daya Air (RUU SDA) dikaji lebih mendalam agar tidak menutup ruang bagi dunia usaha.
RUU SDA jangan sampai memiliki semangat anti-industri, karena keberadaan industri ini dibutuhkan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Baca: Tim BKSDA DIY Bongkar Kuburan Penyu Belimbing di Pantai Imorenggo Kulonprogo
"Sepanjang diatur lewat regulasi, kalangan swasa tetap bisa diberikan izin pengelolaan air,” kata Wakil Ketua Umum PBNU, Prof Dr H Maksum Macfoed pada acara diskusi publik dengan tema “Air Untuk Semua: Perspektif NU Atas Rancangan Undang-Undang Sumber Daya Air” di Kantor PBNU, Jakarta, Rabu, 31 Juli 2019.
Direktur CRPG Mohamad Mova Al’Afghani menegaskan Pasal 51 RUU SDA mengelompokkan air minum dalam kemasan (AMDK) ke dalam kelompok air minum yang jelas tidak tepat.
Kita menguji penjelasan pasal 51 dengan empat kriteria dan menyimpulkan bahwa AMDK tidak layak masuk dalam definisi layanan air minum.
“Kriteria tersebut adalah pandangan Mahkamah Konstitusi, parameter HAM, pendekatan teori regulasi, dan disinsentif bagi air perpipaan,” kata Mova Al’Afghani
Menurutnya, air PDAM yang mengalir ke rumah konsumen belum memenuhi kualitas air yang dapat langsung diminum. Akibatnya, pilihan air minum oleh masyarakat jatuh pada air tanah atau air PDAM yang dimasak atau mengkonsumsi AMDK.
Dengan mendefinisikan air minum mencakup AMDK dan menyatukan pengaturannya dalam pasal-pasal mengenai pelayanan air, RUU SDA akan mengakibatkan masyarakat tidak memiliki pilihan dalam memenuhi kebutuhan air minum.
Karena itu, AMDK seharusnya dicoret dari definisi air minum dan tidak diatur dalam pasal-pasal yang mengatur mengenai pelayanan air.
“RUU SDA selayaknya memperhatikan dengan saksama alasan-alasan yang menjadi pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam pembatalan UU No 7/2004, antara lain soal hak rakyat atas air yang hendaknya dipahami sebagai hak mendapatkan akses air bersih guna menjalankan kehidupan sehari-hari yang layak, seperti mandi, makan, minum, memasak, mencuci, dan sanitasi. Di sinilah negara berkewajiban untuk menyediakan kebutuhan minimum masyarakat atas air bersih melalui SPAM. Karenanya pengelompokan AMDK dalam pengertian air minum dalam pasal 51 merupakan hal yang keliru,” ujar Mova.