Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ketum APINDO, SDM Unggul Berujung Pada Keahlian dan Menangi Persaingan

SDM Unggul yang dicanangkan oleh pemerintahan Joko Widodo harus didukung semua institusi perguruan tinggi sebagai arah untuk memersiapkan anak

Editor: FX Ismanto
zoom-in Ketum APINDO, SDM Unggul Berujung Pada Keahlian dan Menangi Persaingan
Tribunnews.com/Seno
Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - SDM Unggul yang dicanangkan oleh pemerintahan Joko Widodo harus didukung semua institusi perguruan tinggi sebagai arah untuk memersiapkan anak didik yang tidak hanya mampu tetapi juga menang dalam persaingan global. Lulusan perguruan tinggi tanpa terkecuali harus siap kerja dan memiliki kualitas di atas rata-rata dan keahlian agar tidak tergerus oleh tenaga kerja asing yang tidak hanya ditentukan seberapa banyak gelar yang diperoleh.

Kualitas dan keahlian SDM Indonesia akan menentukan seberapa kuat SDM Indonesia akan bersaing dengan tenaga kerja asing yang mau banting harga. Demikian ditegaskan di Jakarta oleh Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Hariyadi Sukamdani menyikapi pemilihan Rektor Universitas Indonesia, Rabu (21/08/2019).

Menurut Hariyadi Sukamdani, Universitas Indonesia merupakan salah satu perguruan tinggi terbaik di Indonesia, yang menjadi barometer bagi perguruan tinggi lainnya. Secara teori, lulusan dari universitas terbaik memiliki daya tawar yang tinggi untuk dunia kerja. Namun dalam konteks dunia kerja, keahlian dan pengalaman akan menentukan daya tawar seseorang dalam mendapatkan kerja dan kepantasan gaji yang harus diterimanya.

“Belum lama ini di medsos viral tentang lulusan Universitas Indonesia yang menolak gaji 8 juta. Alumnus UI ini menolak gaji yang ditawarkan dengan alasan lulusan Universitas Indonesia. Ini hanya sekedar contoh saja. Berapapun yang diminta oleh calon tenaga kerja adalah sah-sah saja. Tetapi siapa yang mau membayar kalau dia minta tinggi ? Punyakah dia pengalaman kerja, keahlian kalau dia fresh graduate ?” urai Hariyadi.

Untuk dapat bekerja, menurut Ketua Umum Apindo ini, ukurannya bukanlah sekedar ijasah. Ada sederet kriteria yang oleh masing-masing perusahaan sudah dipatok sebagai standardisasi pengupahan di perusahaan tersebut. Kriteria itu termasuk di dalamnya adalah keahlian dan pengalaman, mental siap kerja, kemampuan bekerja dalam tim dan kontribusi calon karyawan kepada perusahaan.

“Presiden dengan mencanangkan program SDM Unggul sebenarnya ingin menjelaskan SDM Indonesia harus memiliki keahlian atau ketrampilan. Sehingga dalam konteks ini diperlukan pendidikan vokasi. Kalau dulu mungkin teorinya 60% dan praktik 40%, dalam konteks SDM Unggul, perguruan tinggi mengubahnya praktik 60% dan teori 40%. Itu berlaku untuk semua mata kuliah. Atau secara sederhananya, pendidikan yang dijalani S-1 tetapi dengan keahlian D-4. Ini tuntutan jaman,” ujar Ketua Umum APINDO ini lebih jauh.

Hariyadi mencontohkan, orang tidak perlu S1 informatika jika ingin menjadi design graphic officer. Sejauh calon karyawan bisa menunjukkan keahliannya dalam bidang tersebut serta persyaratan lain terpenuhi, semua tidak menjadi masalah. Keahlian dalam konteks seperti ini sudah berlaku bagi generasi milenial sekarang, yang sudah bekerja sebelum mereka mendapatkan ijasah. Bahkan bisa jadi, mereka yang ahli desain itu ternyata jurusan yang diambil adalah Fakultas Hukum.

Berita Rekomendasi

“Dunia kerja dan pasar kerja sudah berubah. Dan, sebaiknya perubahan pasar ini diantisipasi oleh setiap perguruan tinggi termasuk Universitas Indonesia. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah Rektor yang akan dipilih sudah siap untuk menerima mindset baru atas perubahan yang terjadi ?” tanya Hariyadi Sukamdani.

Dari 21 calon Rektor UI, menurut pandangan Hariyadi, Dr. Ir. Arissetyanto Nugroho, MM, IPU, CMA, MSS, Lulusan Lemhannas RI PPSA XXI dan mantan Rektor Universitas Mercu Buana (UMB), memiliki kans yang kuat untuk menjadi rektor UI. Alasannya adalah berdasarkan pengalaman sebagai Rektor UMB, Arissetyanto Nugroho telah melakukan program yang sekarang menjadi perhatian Presiden Joko Widodo.

“Ini bukan soal mengada-ada. UMB telah mewajibkan mahasiswanya untuk memiliki setidaknya satu sertifikasi kompetensi. Dan ini harus dimiliki mahasiswa sebelum lulus S-1. Untuk keperluan itu, UMB kemudian membangun Lembaga Sertifikasi Profesi – LSP Universitas tahun 2016. Kemudian karena kepentingan mahasiswanya, UMB mengadakan link and match dengan banyak perusahaan termasuk magang di BUMN. Bahkan untuk mendukung program pemerintah di bidang pariwisata, UMB kemudian membuat Prodi D-3 di bidang MICE – Meeting, Incentive, Conference & Event - dan ini masih sangat langka. Belum lagi, UMB embangun Studio Multimedia Broadcast standar industri sebagai aplikasi kurikulum berbasis kompentensi dengan perbandingan 60% praktik dan 40% teori,” cerita Hariyadi.

Hariyadi menandaskan bahwa perguruan tinggi yang memiliki rektor dengan mindset terbuka adalah perguruan tinggi yang memiliki kesempatan untuk menang dalam persaingan global bagi anak didiknya. Indonesia membutuhkan pemimpin-pemimpin yang memiliki visi ke depan jauh agar mampu menyiapkan generasi baru dalam memenangkan Indonesia menjadi bangsa yang bermartabat, kuat dan berdaulat.

TANCAP “GAS”
Sementara itu Ketua Alumni Sekolah Tinggi Akutansi Negara (STAN) DR. Cris Kuntadi, CA, CPA, QIA, CGMA, CfrA, menegaskan bahwa UI memerlukan figur rektor yang berpengalaman, memahami UI secara baik, memiliki jiwa kewirausahaan dan memahami tata kelola yang baik.

“Pengalaman mengelola kampus menjadi penting karena figur tersebut akan langsung tancap gas untuk memajukan kampus UI menjadi jauh lebih baik lagi. Pemahaman terhadap proses bisnis kampus juga tidak kalah pentingnya agar tidak terjadi kesalahan fatal karena hanya mengandalkan informasi yang kurang valid/akurat,” ujar Cris Kuntadi yang Staf Ahli Menteri Perhubungan.

Dengan terjadinya revolusi industri, menurut Cris Kuntadi adalah penting seorang rektor perguruan tinggi memiliki jiwa bisnis agar mampu membantu pemerintah dalam meningkatkan penerimaan Negara tanpa mengesampingkan pemenuhan kewajiban kampus memberikan beasiswa dan keringanan kepada mahasiswanya. Di atas semua hal tersebut, faktor tata kelola yang baik (good governance) juga perlu menjadi perhatian bagi seorang rektor agar dalam pengelolaan kampus tetap memperhatikan peraturan perundang-undangan dan best practice pengelolaan keuangan organisasi.

Dalam konteks inilah, Cris Kuntadi sepakat dengan pendapat Ketua Umum Apindo Haryadi Arissetyanto Nugroho pantas menduduki jabatan rektor UI untuk masa bakti 2019-2024. Berdasarkan pengalamannya bekerjasama, Arissetyanto merupakan sosok excellent leader yang mampu merealisasikan visi dan misi kampus serta terbukti memahami benar terkait dengan good governance, transparansi, akuntabilitas dan berintegritas.
Namun, menurut Cris Kuntadi, tantangan utama yang dihadapi oleh calon rektor UI itu adalah mempercepat gerak langkah, menyamakan persepsi, satu visi dan misi seluruh civitas academica. Jika ada hambatan dari internal, tancap gas akan sulit dilaksanakan. Namun Cris Kuntadi yakin sekalipun tantangan itu ada, Arissetyanto Nugroho mampu mengatasinya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas