Pakar Hukum Nilai UU JPH Bukti Negara Hadir Untuk Masyarakat
Suparji pun menyarankan, ke depan penyusunan turunan UU itu harus memiliki landasan yang jelas dari aspek sosiologis maupun yuridis
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum Universitas Al Azhar Suparji Ahmad, mendukung kehadiran Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH).
Ia menyebut melalui UU itu, negara serius untuk menghadirkan produk halal dikehidupan masyarakat.
Baca: Sopir Taksi Online Tewas di Samping Mobil, Ditemukan Obat-Obatan
"UU itu satu bukti hadirnya negara untuk mengatasi kehidupan masyarakat, tentunya semuanya diharapkan menjadi lebih baik jangan menimbulkan masalah baru," ujar Suparji dalam diskusi kawasan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Sabtu (31/8/2019).
Suparji pun menyarankan, ke depan penyusunan turunan UU itu harus memiliki landasan yang jelas dari aspek sosiologis maupun yuridis, lantaran dalam UU JPH, terlalu banyak mengatur norma terkait kewajiban.
"Wajib ini dan sebagainya, sehingga sebagi suatu bersifat imperatif akan ada konsekuensi hukum, mestinya kan harus ada satu UU itu menfasilitasi bagaimana UU itu kemudian masyarakat bisa berkembang dengan baik bukan justru menjerat masyarakat pelaku usaha," jelasnya.
Diketahui, salah satu kewajiban dari UU JPH adalah pemberlakukan sertifikat halal untuk semua produk baik makanan, minuman, kosmetik, obat-obatan, dan benda-benda lain, dari luar maupun dalam negeri.
Kewajiban itu mulai berlaku pada 17 Oktober nanti.
Baca: LPPOM MUI dan Komisi Fatwa MUI Mulai Menyeleksi Pengajuan Pendaftaran Sertifikasi Halal
Mulai saat itu pula sertifikasi produk halal melalui pelayanan satu pintu melalui Badan Penyelenggara Jaminan Halal (BPJH), yang sebelumnya di Indonesia hanya LPPOM MUI sebagai pemberi fatwa halal.
Pro kontra kewajiban itu masih berkembang, mengingat sejumlah pihak terutama pelaku usaha belum mendapatkan sosialisasi.