Nawawi Pomolango Kritik Metode OTT KPK, dari Indikasi Jebakan Hingga Bisa Hambat Investor Masuk
Namun Nawawi enggan mengungkap kasus apa yang dimaksudnya karena menurutnya kasus tersebut berjalan upaya hukumnya dengan agenda peninjauan kembali.
Penulis: Rizal Bomantama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Calon pimpinan (Capim) KPK, Nawawi Pomolango menyebut ada permasalahan dalam metode operasi tangkap tangan (OTT) yang digunakan KPK saat ini sebagai upaya pemberantasan korupsi.
Nawawi yang merupakan mantan hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat menyebut pernyataannya itu keluar sebagai pengalaman pernah menangani perkara korupsi.
“Ada perkara yang pernah saya tangani dan upaya hukumnya masih berjalan sampai sekarang, yang membuka mata saya ada problem dalam metode OTT. Dalam hati saya ketika menangani perkara itu bertanya apakah ini fenomena tertangkap tangan atau sebuah jebakan,” jelas Nawawi dalam uji kelayakan dan uji kepatutan di Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (11/9/2019).
Namun Nawawi enggan mengungkap kasus apa yang dimaksudnya karena menurutnya kasus tersebut berjalan upaya hukumnya dengan agenda peninjauan kembali.
“Saya tidak bisa ungkapkan karena saya masih terikat kode etik kehakiman,” tegasnya.
Baca: Forum Dekan FH dan STIH PT Muhammadiyah Minta Jokowi Tak Terbitkan Surpres Revisi UU KPK
Nawawi mengkritik KPK saat ini hanya berfokus pada masalah penindakan dibandingkan pencegahan dalam upaya pemberantasan korupsi.
Ia juga menyebut koordinasi KPK lemah dalam pencegahan korupsi.
“Kalau mau mencegah di depan bisa misal hubungi duli ke Komisi Yudisial atau Mahkamah Agung (MA), sampaikan bila ada hakim yang susah dikasih tahu. Kami di MA sakit dengan model begitu, sebelumnya terima penghargaan dari presiden tapi yang lain tiba-tiba kena OTT, langsung jeblok.”
“OTT sama sekali tidak mencerminkan indeks persepsi korupsi publik,” ungkapnya.
Di sisi lain, menurutnya jika OTT dilanjutkan bisa berpengaruh negatif terhadap sektor lain pembangunan di Indonesia, termasuk ekonomi.
“Kalau lihat di Indonesia ada orang ditangkap tiga kali sehari akan ada persepsi sudah tidak ada orang baik di Indonesia, bisa menghambat investor masuk. KPK hanya berhenti di OTT, tidak kemudian bangun sistem, padahal OTT harus disempurnakan,” pungkasnya.