KABAR TERBARU Kasus Veronica Koman, PBB Turun Tangan hingga Pernyataan Mahasiswa Papua
Kabar terbaru kasus Veronica Koman, PBB turun tangan hingga pernyataan mahasiswa Papua di Surabaya.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Kabar terbaru kasus Veronica Koman, PBB turun tangan hingga pernyataan mahasiswa Papua di Surabaya.
Veronica Koman, yang di bio Twitternya tertulis sebagai pengacara Hak Asasi Manusia (HAM), diketahui telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jatim terkait kerusuhan di Papua yang terjadi pada Agustus 2019 lalu.
Pihak kepolisian menjerat Veronica dengan sejumlah pasal dalam beberapa Undang-undang.
Antara lain, UU ITE, Kitab Undang-undang Hukum Pidana terkait pasal penghasutan, serta UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Unggahan Veronica Koman di Twitter dinilai bernada provokatif.
Baca: TNI Berduka atas Tewasnya Warga Sipil Saat Aparat Kontak Senjata dengan Kelompok Separatis Papua
Baca: Kodam XVII/Cenderawasih Ungkap Kronologi Kontak Senjata TNI dan KSB di Puncak Papua
Satu diantaranya adalah, "Anak-anak tidak makan selama 24 jam, haus dan terkurung disuruh keluar ke lautan massa."
Dirangkum Tribunnews dari Kompas.com, berikut kabar terkini mengenai kasus Veronica Koman:
1. Desakan PBB
Para ahli Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mendesak pemerintah Indonesia untuk mencabut perkara yang menjerat Veronica Koman.
Tak hanya itu, PBB juga meminta pemerintah Indonesia untuk memberikan perlindungan pada aktivis HAM ini.
Para ahli tersebut diketahui bernama Clement Nyaletsossi Voule dari Togo, David Kaye dari Amerika Serikat, Dubravka Simonovi dari Kroasia, Meskerem Geset Techane dari Etiopia, dan Michel Forst dari Perancis.
"Kami mempersilakan pemerintah mengambil langkah terhadap insiden rasisme."
"Tetapi kami mendorong agar pemerintah segera melindungi Veronica Koman dari segala bentuk pembalasan dan intimidasi," ujar para ahli Komisaris Tinggi PBB untuk HAM (OHCHR) seperti dikutip dari laman OHCHR, Rabu (18/9/2019), dilansir Kompas.com.
"Dan mencabut segala kasus terhadap dia (Veronica) sehingga dia dapat kembali melaporkan situasi mengenai HAM di Indonesia secara independen," lanjut mereka.
Lebih lanjut, para ahli menyebutkan rencana polisi untuk mencabut paspor Veroncica, memblokir rekening, dan meminta Interpol menerbitkan red notice turut menjadi perhatian mereka.
Baca: Maman Imanulhaq: Stop Menjadikan Papua Komoditas Politik
Baca: Terungkap Alasan Ribuan Mahasiswa Papua Pilih Pulang Kampung dari Kota Studi
Tak hanya soal penetapan status tersangka Veronica Koman, OHCHR juga menyoroti soal pemutusan akses internet di Papua oleh pemerintah sejak 21 Agustus 2019.
Para ahli menilai hal tersebut tidak menyelesaikan masalah karena dianggap telah membatasi kemampuan berekspresi seseorang, serta untuk membagikan dan menerima informasi.
2. Polisi menolak intervensi PBB
Polda Jawa Timur menanggapi desakan dari PBB terkait kasus Veronica Koman.
Mengutip Kompas.com, Kepala Bidang Humas Polda Jatim, Kombes (Pol) Frans Barung Mangera menegaskan hukum Indonesia memiliki kedaulatan sendiri sehingga tidak bisa diintervensi.
"Enggak ada intervensi. Hukum di Indonesia mempunyai kedaulatan sendiri," kata Barung saat dihubungi Kompas.com, Rabu.
Veronica Koman diketahui tidak memenuhi panggilan pemeriksaan hingga Rabu kemarin.
Barung pun menyebutkan pihaknya akan menerbitkan daftar pencarian orang (DPO) untuk Veronica.
"(DPO diterbitkan) minggu ini ya," tandas dia.
3. Polda Jatim diadukan ke Kompolnas
Baca: Kuasa Hukum 6 Mahasiswa Papua Mengadu ke Kompolnas
Baca: Pesawat Hilang Kontak di Papua, Tim SAR dan TNI/Polri Lakukan Pencarian
Dikutip dari Kompas.com, sekelompok orang yang mengatasnamakan diri sebagai Solidaritas Pembela HAM, melaporkan Polda Jatim ke Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) pada Rabu.
Polda Jatim dilaporkan ke Kompolnas terkait penetapan Veronica Koman sebagai tersangka kerusuhan di Papua.
"Ini terkait penetapan tersangka Veronica Koman yang ditangani Polda Jawa Timur," terang anggota solidaritas, Tigor Hutapea, di lokasi.
Tigor menilai apa yang diunggah Veronica di Twitter mreupakan fakta.
Sebagai pengacara Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), Veronica Koman disebut Tigor telah mendapat informasi langsung dari teman-teman mahasiswa.
Menurut Tigor, Veronica selaku pengacara berhak menyampaikan informasi yang didapatnya ke publik dan media.
Lebih lanjut, Tigor berpendapat penetapan Veronica sebagai tersangka adalah bentuk kesewanang-wenangan.
"Sehingga kami juga mengadukan ini ke Kompolnas supaya Kompolnas bisa memeriksa dan melihat proses pemeriksaan yang dilakukan terhadap Veronica Koman ini benar atau tidak," tutur Tigor.
"Menurut kami, sebagai advokat tidak bisa dikenakan pidana maupun perdata itu diatur di UU Advokat maupun keputusan MK," sambung dia.
4. Pernyataan mahasiswa Papua di Surabaya
Baca: Kronologi Penangkapan Ketua Komite Nasional Papua Barat Agus Kossay
Baca: Pesawat Jenis Twin Otter Hilang Kontak di Pegunungan Papua
Anggota Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Surabaya, Dorlince Iyoawu, menegaskan Veronica Koman adalah pengacara mereka.
Mengutip Kompas.com, Dorlince mengatakan apa yang diunggah Veronica di media sosial selama ini mengenai tindakan rasisme di Surabaya bersumber dari mahasiswa AMP.
"Saya mau memperjelas di sini kalau Veronica Koman adalah kuasa hukum Aliansi Mahasiswa Papua," tegas Dorlince di kantor Kompolnas, Jakarta Selatan, Rabu.
"Satu hal yang kami mau tegaskan di sini adalah Veronica tidak menyebarkan hoaks maupun bahasa-bahasa provokatif ke media," tandasnya.
Dorlince menilai apa yang dilakukan Veronica Koman merupakan upaya untuk mengadvokasi pihak AMP.
"Apa yang dilakukan Veronica Koman itu adalah hak dia sebagai kuasa hukum kami untuk mengadvokasi kami," kata dia.
Ia pun menilai penetapan Veronica sebagai tersangka merupakan bentuk kriminalisasi dan meminta polisi untukmembebaskan pengacara HAM tersebut.
"Jadi sekali lagi kami mau memperjelas bahwa Veronica Koman sebagai kuasa hukum kami, bebaskan dia tanpa syarat, karena dia melakukan kewajiban dia sebagai kuasa hukum," tutup Dorlince.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W, Kompas.com/Devina Halim)