Terkini Dalang Rusuh Papua, 3 Langkah Terukur Polisi untuk Veronica Koman
Berita terkini rusuh Papua, inilah 3 langkah terukur polisi untuk Veronica Koman, tersangka kerusuhan Papua
Penulis: Facundo Chrysnha Pradipha
Editor: Tiara Shelavie
Kepolisin lalu menemukan enam rekening atas nama Veronica Koman.
Dalam salah satu rekening tersebut, polisi menemukan adanya transaksi yang dinilai tak masuk akal.
"Ada satu transaksi keuangan yang nilainya sangat besar dan tidak masuk akal untuk seorang mahasiswa," kata Luki, Jumat (13/9/2019) dikutip dari Kompas.com.
Luki tak menyebut detailnya, namun transaksi tersebut berasal dari dalam dan luar negeri.
Transaksi tersebut juga sempat dicarikan di Surabaya dan Papua.
"Dari dalam negeri. Pernah dicairkan di Surabaya dan Papua," tambahnya.
3. Veronica Koman muncul dan klaim jadi korban kriminalisasi
Setelah diburu oleh polisi, Veronica Koman akhirnya muncul lewat pernyataan tertulisnya.
Dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Sabtu (14/9/2019), Veronica menyebut dirinya menjadi korban kriminalisasi dari polisi.
Menurutnya, kasus yang menjeratnya menjadi pengalihan dari isu yang sebenarnya terjadi di Papua.
Veronica Koman menulis, kasus utama yang terjadi di Papua berusaha untuk dihilangkan.
Veronica enilai, pemerintah pusat dan aparat tak kompeten dalam menanganani kasus tersebut hingga harus mencari kambing hitam.
Segala upaya polisi, dinilai Veronica Koman sudah menyalahi wewenang dan belebihan.
"Kasus kriminalisasi terhadap saya hanyalah satu dari sekian banyak kasus kriminalisasi dan intimidasi besar-besaran yang sedang dialami orang Papua saat ini. Hal yang jauh dari hingar-bingar. Aspirasi ratusan ribu orang Papua yang turun ke jalan dalam rentang waktu beberapa minggu ini seolah hendak dibuat menjadi angin lalu,"
Cara seperti ini sesungguhnya sedang memperdalam luka dan memperuncing konflik Papua,"
"Kepolisian telah menyalahgunakan wewenangnya dan sudah sangat berlebihan dalam upayanya mengkriminalisasi saya, baik dalam caranya maupun dalam melebih-lebihkan fakta yang ada," tulisnya.
• Kelompok Klandestin yang Disebut Menhan Ada di Balik Pemberontak Papua, Hendropriyono Punya Cerita
4. PBB desak Indonesia
Ahli Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) tampak memberikan pembelaan untuk Veronica Koman.
PBB mendesak pemerintah Indonesia untuk membebaskan Veronica Koman dari kasus yang menjeratnya.
Pemerintah Indonesia juga diminta untuk memberikan perlindungan terhadap Veronica Koman,
Dikutip dari laman resmi OHCHR pada Rabu (18/9/2019), Indonesia diminta untuk melindungi hak semua orang dalam melakukan protes damai, memastikan akses internet, serta melindungi hak-hak pembela hak asasi manusia Veronica Koman dan semua orang yang memprotes kasus di Papua.
Para ahli menyerukan Indonesia untuk segera mengambil langkah dalam melakukan perlindungan terhadap kebebasan berekspresi dan tindakan lainnya.
Ahli PBB tak ingin ikut campur soal penanganan Pemerintah terhadap insiden rasisme, namun mereka mendesak Indonesia untuk melindungi Veronica Koman dari segala intimidasi.
“Kami menyambut tindakan yang diambil oleh Pemerintah terhadap insiden rasis, tetapi kami mendesaknya untuk mengambil langkah segera untuk melindungi Veronica Koman dari segala bentuk pembalasan dan intimidasi dan menjatuhkan semua tuduhan terhadapnya sehingga ia dapat terus melaporkan secara independen tentang hak asasi manusia. situasi di negara ini, " kata para ahli PBB.
Veronica Koman disebut telah mengalami pelecehan serta penganiayaan via online.
Para ahli PBB juga menyatakan keprihatinan atas keputusan pemerintah yang telah memblokir paspor dan nomor rekening pribadi serta melibatkan Interpol untuk menerbitkan red notice.
Dalam keterangan tertulisanya, para ahli juga mendoromg pemerintah Indoneisa untuk memperhatikan hak-hak peserta aksi serta memastikan layanan internet tetap tersedia.
“Kami mendesak Pemerintah Indonesia untuk mengakui hak-hak semua pengunjuk rasa dan untuk memastikan kelanjutan layanan internet."
Internet yang telah terputus sejak 21 Agustus juga dinilai dapat membatasi individu untuk menerima informasi hingga ditakutkan terjadi disinformasi.
Lima ahli PBB yakni Clement Nyaletsossi Voule, David Kaye, Dubravka Šimonović, Meskerem Geset Techane, dan Michel Forst menyambut baik keputusan pemerintah yang telah menghidupkan kembali akses internet pada 4 September.
(Tribunnews.com/Kompas.com)