Kapolri Sebut 26 Orang Tewas dalam Kerusuhan di Wamena
Mereka sebagian besar merupakan tukang ojek, pelayan di restoran, dan lain sebagainya. Lalu empat korban meninggal dunia lainnya merupakan warga Papua
Penulis: Rizal Bomantama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyebut hingga hari ini, Selasa (24/9/2019) ada 26 korban meninggal dunia akibat kerusuhan di Wamena, Papua yang terjadi 23 September 2019 kemarin.
Dalam konferensi pers hari ini di Kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kapolri menjelaskan 22 dari 26 korban meninggal dunia itu merupakan warga Papua pendatang di Wamena.
“Mereka sebagian besar merupakan tukang ojek, pelayan di restoran, dan lain sebagainya. Lalu empat korban meninggal dunia lainnya merupakan warga Papua asli Wamena,” ungkapnya.
Lebih lanjut Kapolri mengatakan pihak kepolisian setempat sedang melakukan investigasi mendalam untuk mengetahui apakah empat warga Papua asli Wamena yang meninggal tersebut apakah akibat dari serangan salah sasaran dari temannya, akibat dari upaya membela diri dari aparat keamanan atau akibat dari upaya membela diri dari korban mereka.
Baca: Densus 88 Sita Bendera Simbol ISIS Saat Geledah Rumah Terduga Teroris
Kapolri mengatakan hingga saat ini pihak kepolisian sudah mengamankan sekitar 400 orang yang diduga pelaku tindak kekerasan dalam kerusuhan di Wamena.
“Ada sekitar 400 orang yang diamankan di Mako Brimob setempat, sedang kami seleksi, kalau memang tidak bersalah dalam 24 jam akan kami lepaskan,” tegasnya.
Kapolri menyebut menyebut KNPB (Komisi Nasional Papua Barat) beserta jaringan bawah tanahnya sebagai dalang dari kerusuhan yang terjadi di Wamena tersebut.
Ia mengatakan ada oknum KNPB berseragam pelajar diduga memprovokasi para pelajar lainnya dengan menyebar isu adanya dugaan rasisme yang dilakukan seorang guru kepada muridnya di salah satu sekolah di Wamena.
“Tanggal 23 September pagi ada yang sebarkan isu dugaan rasisme seorang guru terhadap siswanya di Wamena, dalam pengembangannya diduga ada anggota KNPB dan organisasi bawah tanahnya menggunakan seragam pelajar dan sebarkan isu tersebut, ini yang sedang kita cari. Kelompok KNPB dan ‘underbouw’-nya tadi memprovokasi pelajar ,” ungkap Kapolri.
Lebih lanjut Kapolri mengatakan sel-sel KNPB tersebut sudah didesain untuk membuat kerusuhan disertai kekerasan untuk menarik simpati dunia internasional.
Tito menjelaskan aparat keamanan dipancing untuk melakukan kekerasan dan jika itu terjadi maka pelanggaran hak asasi manusia oleh aparat keamanan kepada warga Papua dijadikan isu memperkuat upaya referendum Papua merdeka dalam sidang PBB (Persatuan Bangsa-bangsa).
Karena dalam bulan September 2019 ini juga sedang digelar dua agenda PBB yakni Sidang Komisi Tinggi HAM PBB di Genewa, Swiss mulai 9 September dan Sidang Majelis Umum Tahunan PBB di New York, Amerika Serikat.
“Sel-sel KNPB memang didesain melakukan kerusuhan sekaligus kekerasan di Jayapura dan Wamena untuk tarik media nasional dan media internasional yang kemudian membungkus itu sebagai ‘branding’ kekerasan HAM. Yang kemudian digunakan sebagai upaya diplomasi di acara PBB,” terangnya.
Suasana mencekam di Wamena itu diakui Kapolri membuat sejumlah kerugian berupa pembakaran Kantor Bupati, Kantor Kejaksaan, Kantor BRI, 50 motor, dan 50 mobil.