Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Margarito Kamis: Aksi Unjuk Rasa Tidak Hanya Karena Penolakan Revisi UU KPK

Aksi unjuk rasa di sejumlah daerah di Indonesia bukan hanya dipicu pengesahan Undang-Undang KPK hasil revisi.

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Margarito Kamis: Aksi Unjuk Rasa Tidak Hanya Karena Penolakan Revisi UU KPK
Ist
Margarito Kamis 

"Tidak beralasan untuk mengeluarkan Perppu. Belum lagi karena kandungan revisi UU KPK itu sejalan betul dengan demokrasi," tegasnya.

Dia menegaskan, presiden memang mempunyai hak prerogatif untuk mengeluarkan Perppu. Namun, dia menilai, desakan kepada Jokowi mengeluarkan Perppu untuk membatalkan UU KPK hanya disuarakan segelintir orang.

Baca: Merangsek Masuk Tol Dalam Kota, Massa Pelajar Lempari Mobil Polisi Pakai Botol

Dia menambahkan, upaya penerbitan Perppu hanya akan menimbulkan preseden buruk bagi sistem hukum Indonesia ke depan.

"Apabila keputusan diambil berdasarkan desakan, kapan saja begitu orang tidak setuju satu gagasan, betapapun gagasan itu masuk akal secara demokrasi, tetapi karena ada jumlah, ada banyak orang di jalanan lalu demi eksistensi kekuasaan itu diakomodasi, itu sama saja menggunakan jumlah untuk menghasilkan otoritarianisme," tambahnya.

UU KPK Hasil revisi akan tetap berlaku

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengatakan Uundang-Undang KPK hasil revisi bakal tetap berlaku, 30 hari setelah ditetapkan DPR.

Meskipun Presiden Joko Widodo tidak menanda tanganinya, UU KPK hasil revisi tetap akan berlaku.

Berita Rekomendasi

Menurut Mahfud MD, UU KPK hasil revisi saat ini sudah selesai dalam konteks yuridis.

"Dalam pengertian sudah disahkan, tinggal membuat tanda tangan. Kalau presiden misalnya tidak mau tanda tangan 30 hari sesudah disahkan itu berlaku sendiri," ungkap Mahfud MD di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (26/9/2019).

Baca: Tiga Hal Mencurigakan yang Mengarah Adanya Rekayasa Terpilihnya Messi Jadi Pemain Terbaik FIFA 2019

Kata Mahfud, Jokowi pun tidak bisa mencabut sebuah RUU yang sudah disahkan.

Hal itu sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Pasal 20 ayat 5 UUD 1945.

"Jadi misalkan Presiden 'saya mau cabut', nggak bisa, sudah disahkan, sudah diketok palu. Sehingga bagaimanapun Presiden harus menandatangani atau tetap masuk lembaran negara," jelas dia.

Seperti diketahui, pemerintah dan DPR menyepakati poin-poin revisi RUU KPK pada tanggal 16 September 2019.

Kemudian dibawa ke rapat paripurna untuk pengesahan pada 17 September 2019.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas