Laode M Syarif Dinilai Layak Jadi Dewan Pengawas KPK, Ini Rekam Jejaknya
"Bisa mantan komisioner KPK yang punya jejak rekam baik dalam bekerja. Amien Sunaryadi, Busyro Muqodas, Laode Syarif," ujar Erwin
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nama pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif dinilai layak untuk dipilih Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi Dewan Pengawas.
Peneliti dari Indonesian Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar menilai, Laode Muhammad Syarif (pimpinan KPK yang menjabat sejak 21 Desember 2015 hingga sekarang), Amien Sunaryadi (pimpinan KPK 2003-2007) dan M. Busyro Muqoddas (pimpinan KPK 2010–2011) layak menjadi Dewan Pengawas.
"Bisa mantan komisioner KPK yang punya jejak rekam baik dalam bekerja. Amien Sunaryadi, Busyro Muqodas, Laode Syarif," ujar Erwin kepada Tribunnews.com, Selasa (5/11/2019).
Siapakah sosok Laode M Syarif?
Baca: Mendagri Tito Karnavian Terjunkan Tim Telusuri Kebenaran Adanya Desa Fiktif
Laode M Syarif merupakan pria kelahiran Lemoambo, Sulawesi Tenggara, 16 Juni 1965.
Ia menempuh pendidikan sarjana di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin. Setelah itu, ia melanjutkan pendidikan program Master of Laws (LLM) di Faculty of Law, Queensland University of Technology (QUT) Brisbane.
Kemudian, ia melanjutkan program Ph.D di Sydney University, School of Law dengan fokus spesialisasi Hukum Lingkungan Internasional.
Laode juga aktif mengembangkan program pembangunan kapasitas pada bidang antikorupsi, good governance, reformasi peradilan dan penegakan hukum di lingkungan Kepolisian, Kejaksaan, Bappenas, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Laode pun ikut terlibat di Partnership for Governance Reform in Indonesia, IUCN Academy of Environmental Law, UNODC-Anti-Corruption Academic Initiative (ACAD).
Ia juga mengajar di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin dan pernah menjadi dosen tamu di Sydney University Law School, National University of Singapore Law School, Cebu University Law School dan University of The South Pacific.
Berdasarkan laman KPK.go.id, Laode M Syarif mengawali karir di Makassar sebagai dosen pada Fakultas Hukum Universitas Hasanudin, sejak tahun 1992.
Ia menyelesaikan pendidikan Sarjana Hukum (S.H) pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.
Setelah itu ia melanjutkan pendidikan pada program Master of Laws (LLM) di Faculty of Law, Queensland University of Technology (QUT) Brisbane dan melanjutkan Ph.D program di Sydney University, School of Law dengan program kekhususan Hukum Lingkungan Internasional.
Selain menjadi dosen pada Fakultas Hukum UNHAS, dia juga aktif sebagai pembicara/dosen tamu di Sydney University Law School, National University of Singapore Law School, Cebu University Law School, and University of South Pacific, Vanuatu.
Disamping itu, dia juga aktif diberbagai organisasi nasional dan internasional.
Di antaranya, Partnership for Governance Reform in Indonesia, IUCN Academy of Environmental Law dan UNODC-Anti-Corruption Academic Initiative (ACAD).
Dia banyak mengembangkan sejumlah program capacity building untuk bidang anti korupsi, good governance, reformasi peradilan, dan penegakan hukum lingkungan di Kepolisian, Kejaksaan, Bappenas, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta aktif mengajar kode etik dan hukum lingkungan di Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Baca: Kasus Penyerangan Novel Baswedan, Kuasa Hukum Novel: Polri Perlu Tim Independen Bentukan Jokowi
Laode M Syarif juga sempat mendaftar dan mengikuti seleksi calon pimpinan KPK periode 2019-2023.
Namun ia gagal dalam tahap profile assessment seleksi calon pimpinan KPK periode 2019-2023.
Jokowi Mulai Seleksi Calon Anggota Dewan Pengawas KPK
Baca: Jokowi Siapkan 5 Calon Dewan Pengawas KPK, Juru Bicara Jokowi: Tidak Secara Khusus Disebutkan
Presiden Jokowi mulai menseleksi lima anggota Dewan Pengawas KPK.
"Berdasarkan perkembangan mutakhir soal Dewan Pengawas KPK, sedang diproses. Presiden tentu dengan Menteri Sekretaris Negara Pratikno, memproses nama nama tertentu yang diusulkan oleh pihak-pihak, banyak pihak," ujar Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (5/11/2019).
Dalam menseleksi usulan nama tersebut, kata Fadjroel, Presiden Jokowi juga turut meminta pendapat dari berbagai pihak, mulai dari akademisi, kelompok agama, kelompok masyarakat, dan lain-lainnya.
"Terkait dengan nama-nama yang masuk di dalam Dewan Pengawas itu, tidak ada yang secara khusus disebutkan," ucap Fadjroel.
"Cuma tegas dikatakan, pada intinya bahwa sudah mendapatkan masukan dan pemerintah juga meminta masukan dari pihak pihak masyarakat," jelasnya.
Fadjroel yang saat ini masih menjabat Komisaris Utama PT Adhi Karya (Persero), menyampaikan penjaringan nama yang dilakukan Presiden dengan meminta masukan masyarakat, dengan harapkan dapat Dewan Pengawas yang berkualitas.
"Presiden berharap Dewan Pengawas ini betul-betul mewakili kepentingan dari semua pihak. Sehingga ini bisa menjadi wakil dari masyarakat, pemerintah betul-betul pro terhadap penegakkan antikorupsi di Indonesia," papar Fadjroel.
Lebih lanjut kata dia, Jokowi akan memilih sosok yang memahami persoalan hukum, untuk dijadikan anggota Dewan Pengawas KPK.
Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman menjelaskan, saat ini Presiden telah mendapatkan usulan nama dari berbagai kalangan untuk dipertimbangkan sebagai Dewan Pengawas KPK.
"Berlatarbelakang hukum dan non hukum, tapi yang pasti harus ada latarbelakang hukum. Itu yang pasti," ujar Fadjroel.
Ketika ditanya posisi Dewan Pengawas KPK akan diisi oleh mantan penegak hukum yang telah pensiun dari kalangan Kejaksaan, Kepolisian, maupun lembaga antirasuah, Fadjroel menilai hal tersebut bisa saja terjadi.
"Sangat dimungkinkan, kan kalau pensiun boleh dong masuk ke dalamnya. Tentu yang tidak aktif," ucap Fadjroel.
Baca: Cangkul dan Pacul Masih Impor, Jokowi Jengkel
Namun, Fadjroel tidak menyebut secara pasti apakah usulan nama yang telah disampaikan ke Presiden berasal dari mantan penegak hukum.
"Tidak disebutkan nama secara khusus. Jadi pada dasarnya adalah hari-hari terakhir ini, kami mendapatkan masukan, dari semuanya, tidak ada kekhususan terhadap suatu tertentu. Jadi yang jelas hukum dan nonhukum," papar Fadroel.