Arah Pemerintahan Jokowi Jilid II: Sibuk dengan Pemerintahan yang Isinya Bagi-bagi Kekuasaan
Direktur Eksekutif Kantor Hukum dan HAM Lokataru Haris Azhar mencoba membaca arah pemerintahan Jokowi Jilid II.
Penulis: Nanda Lusiana Saputri
Editor: Daryono
"Terlalu mahal harga yang harus dibayar presiden untuk akomodasi partai politik, terutama dilihat dari peningkatan jumlah kursi menteri dari partai politik dan ada lima wakil menteri dari partai," tutur Arya Fernandes saat wawancara dalam acara Sapa Indonesia Malam KompasTV, Jum'at (25/10/2019).
Arya menambahkan, harga yang terlalu mahal diberikan presiden kepada partai politik dalam rangka melakukan akomodasi tidak berjalan linier dengan capaian kebijakan legislasi pemerintah.
Idealnya fungsi presiden dalam mengakomodir partai politik agar presiden bisa memastikan tiap agenda pemerintah diterima dan diloloskan menjadi kebijakan di parlemen.
Arya menjelaskan, sesuai data dalam Prolegnas lalu dari sekira 52 RUU yang diusulkan oleh presiden hanya 8 RUU yang disahkan menjadi UU.
Menurutnya, itu tidak ideal dengan usaha presiden untuk mengakomodir partai politik.
Kabinet Indonesia Maju periode 2019-2024 terdiri dari 34 menteri, 4 pejabat setingkat menteri, dan 12 wakil menteri.
Empat di antaranya adalah wakil dari partai politik yang menduduki pos-pos strategis dalam kementerian perekonomian seperti menteri perekonomian, menteri perindustrian, menteri perdagangan, dan wakil menteri perdagangan.
"Bukan kita alergi dengan partai politik, tapi kalau kita ingin melihat keseriusan pemerintah untuk memperbaiki kondisi perekonomian, sejak awal banyak ekonom yang berpendapat sebaiknya kementerian dibidang ekonomi diisi oleh kelompok-kelompok profesional non partai," imbuhnya.
Meskipun kabinet Indonesia Maju sangat gemuk, Arya mengharapkan kerja kabinet menjadi lebih efektif.
(Tribunnews.com/Nanda Lusiana Saputri)