Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kini Diwacanakan Tiga Periode, Berikut Usulan dan Ketetapan soal Masa Jabatan Presiden

Juru bicara Partai Keadilan Sosial (PKS) M Kholid menolak adanya penambhaan masa jabatan presiden. ia menyatakan PKS akan menjaga semangat reformasi.

Penulis: Nidaul 'Urwatul Wutsqa
Editor: Daryono
zoom-in Kini Diwacanakan Tiga Periode, Berikut Usulan dan Ketetapan soal Masa Jabatan Presiden
Indonesian Institude
Presiden Republik Indonesia 

TRIBUNNEWS.COM - Baru satu bulan berlalu Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Maruf dilantik pada 20 Oktober lalu, kini muncul wacana memperpanjang masa jabatan presiden lewat amendemen terbatas UUD 1945.

Berdasarkan ketentuan yang berlaku saat ini, presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan.

Adanya ketentuan ini, maka presiden dan wakil presiden hanya dapat menjabat paling lama 10 (sepuluh) tahun dalam dua periode sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Undang-undang Dasar 1945.

Adanya wacana tentang usulan penambahan masa jabatan presiden kembali menghangat.

Wacana yang beredar adalah perubahan masa jabatan presiden yang akan menjadi 3 (tiga) periode atau hanya menjadi 1 (satu) periode saja, namun dijabat selama 8 (delapan) tahun.

Usulan-usulan terkait perubahan masa jabatan presiden ini bukan kali pertama terjadi.

Sebelumnya, usulan-usulan ini juga pernah muncul, baik yang kemudian ditetapkan menjadi peraturan maupun tidak.

Berita Rekomendasi

Adanya wacana tersebut, PKS melalui juru bicaranya dalam Youtube Kompas TV menolak dan menyatakan akan menjaga semangat reformasi.

Pernyataan ini diungkapkan oleh juru bicara PKS yang tidak setuju adanya pemekaran masa jabatan presiden, sebab hal tersebut adalah bentuk reformasi.

"Wah jangan sampai diperpanjang. Justru spirit reformasi adalah kita membatasi kekuasaan itu, dua periode kan. Dan itu semangat yang harus tetap kita jaga. Jadi, PKS akan menjaga semangat reformasi pro dengan demokrasi jangan sampai bisa dipilih lagi bahkan kalau bisa sampai seumur hidup, wah itu bahaya," ujar M Kholid, Sabtu (23/11/2019).

Melansir dari Kompas.com, adapun beberapa usulan dan ketetapan yang pernah ada terkait masa jabatan presiden sebagai berikut:

1. Tap MPRS No. III/MPRS/1963

Soekarno adalah presiden pertama Indonesia.

Secara De Facto, kekuasaan Indonesia jatuh ke tangan Soekarno sejak ditandatanganinya Dekrit Presiden pada 1959.

Sebelum lengser, Bung Karno sempat diangkat menjadi presiden seumur hidup oleh MPRS.

Ia diangkat melalui Ketetapan MPRS No. III/MPRS/1963 tentang Pengangkatan Dr. Ir. Soekarno sebagai Presiden seumur hidup.

Sementara, dalam UUD 1945 sebelum amendemen, masa jabatan tersebut juga telah diatur, yaitu pada Pasal 7 yang berbunyi:

"Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali."

2. Tap MPRS No. XVIII/MPRS/1966

Tap MPRS No. III/MPRS/1963 kemudian dicabut dan digantikan dengan Tap MPRS No. XVIII/MPRS/1966.

Keputusan tersebut diambil pada sidang umum keempat MPRS.

Namun, penarikan ketetapan ini tidak memengaruhi masa jabatan Presiden Soekarno sampai ada keputusan lain dari MPR hasil pemilihan umum.

Ketetapan ini mulai berlaku sejak 5 Juli 1966.

3. Tap MPR No. XIII/MPR/1998

Setelah 32 tahun menjadi presiden dengan berlandaskan pada Pasal 7 UUD 1945 sebelum amendemen, Soeharto pun lengser dan digantikan oleh BJ Habibie pada tahun 1998.

Saat periode jabatannya, dikeluarkan Tap MPR No. XIII/MPR/1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden.

Melalui ketetapan tersebut, diatur bahwa maksimal masa jabatan presiden dan wakil presiden adalah dua kali periode.

Ketentuan ini pun menjadi acuan pemilu presiden yang masih berlaku hingga sekarang.

4. Usul Ruhut Sitompul

Melansir pemberitaan Kompas.com (18/8/2010), Juru Bicara Partai Demokrat saat itu, Ruhut Sitompul, melontarkan usulan agar masa jabatan presiden diperpanjang atau menjadi lebih dari dua periode.

Usulan tersebut kemudian direspons oleh Ketua Mahkamah Konstitusi saat itu, Mahfud MD.

Mahfud mengatakan bahwa wacana tersebut merupakan hak siapa saja.

Namun, ia mengingatkan bahwa memberikan kekuasaan panjang akan merusak demokrasi.

Mengutip dari Kompas.com (21/8/2010), mantan Ketua MPR Amien Rais pun mengungkapkan bahwa masa jabatan presiden diperpanjang menjadi tiga periode mustahil dilakukan karena akan ditentang rakyat.

5. Usul Fraksi di MPR

Melansir dari Kompas.com (22/11/2019), Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menyebutkan bahwa secara informal ada anggota fraksi di MPR yang mewacanakan seorang presiden dapat dipilih kembali sebanyak tiga periode.

Ada pula yang mewacanakan bahwa presiden hanya dapat dipilih satu kali, tetapi masa jabatannya menjadi delapan tahun.

Berdasarkan Pasal 7 UUD 1945 setelah amendemen, presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan.

Kali ini, usulan perubahan masa jabatan presiden bersamaan dengan wacana amendemen kembali naskah asli UUD dan perubahan konstitusi secara menyeluruh. Usulan ini pun memperoleh respons-respons yang berbeda dari berbagai pihak.

Di sisi lain, Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya, menilai wacana amandemen Undang-undang Dasar 1945 menjadi ujian jadi Presiden Jokowi.

Menurutnya, adanya wacana penambahan masa jabatan presiden merupakan tantangan Jokowi dalam kepemimpinannya saat ini.

"Buat saya di sinilah tantangan utama Presiden Jokowi yang harus kemudian memutus mata rantai kemungkinan adanya isu-isu tersebut. Jilatan-jilatan dari orang-orang yang mungkin akan berkuasa kembali. Jilatan-jilatan dari orang yang menjadi bagian kekuasaan," ujar Yunarto Wijaya.

Selain itu, ia berpendapat Jokowi selaku presiden harus menegaskan penolakan wacana penambahan jabatan presiden, agar tak ada kesempatan lagi dari pihak-pihak yang akan mengupayakan wacana tersebut.

"Jokowi yang besar dari pilkada langsung. Jokowi yang besar dalam alam demokrasi yang pasti sangat menghormati pembatasan periode kepemimpinan, saya pikir harusnya bersuara keras terhadap hal ini, sehingga proses yang coba diupayakan siapapun itu di DPR itu bisa kemudian langsung di potong," pungkas Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia. (*)

(Tribunnews.com/ Nidaul 'Urwatul Wutsqa)

 
Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas