Respons Jokowi Sikapi Kritik ICW: Kalau Setiap Hari Beri Grasi ke Koruptor, Baru Komentari
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyikapi kritik ICW terkait pemberian grasi terhadap narapidana korupsi Annas Maamun.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Adi Suhendi
Berdasar data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 2017, penetapan kawasannya baru 68,29 persen dari total 125,9 juta hektare.
Kedua, perizinan SDA (sumber daya alam) rentan suap atau pemerasan.
Terhitung untuk satu izin HPH/HTI besar potensi transaksi koruptif berkisar antara Rp688 juta hingga Rp22,6 miliar rupiah setiap tahun.
"Selain itu, nilai manfaat SDA tidak sampai ke masyarakat. Ketimpangan pengelolaan hutan oleh kepentingan skala besar. Hanya 3,18% yang dialokasikan untuk skala kecil," kata Febri.
Alasan kemanusiaan
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan grasi kepada terpidana kasus korupsi, Annas Maamun.
Kabag Humas dan Protokol Ditjen Pemasyarakatan Ade Kusmanto, Annas Maamun diberi grasi karena mengidap komplikasi penyakit.
"Mengidap berbagai penyakit sesuai keterangan dokter, seperti PPOK (COPD akut), dispepsia syndrome (depresi), gastritis (lambung), hernia dan sesak nafas (membutuhkan pemakaian oksigen setiap hari)," kata Ade Kusmanto kepada wartawan, Selasa (26/11/2019).
Baca: Setelah Jokowi Kasih Grasi, Annas Maamun Bebas 3 Oktober 2020
Berdasarkan Permenkumham nomor 49 tahun 2019 tentang tata cara permohonan grasi, Jokowi memberikan grasi dengan alasan kepentingan kemanusiaan.
Selain itu kata Ade, usia mantan Gubernur Riau tersebut pun sudah menyentuh 78 tahun.
Dalam peraturan itu, pemohon dapat mengajukan grasi jika sudah mencapai umur 70 tahun ke atas.
Lanjut Ade, berdasarkan pasal 6A ayat 1 dan 2, UU nomor 5 tahun 2010, demi kepentingan kemanusiaan, Menteri Hukum dan Ham berwenang meneliti dan melaksanakan proses pengajuan grasi tersebut.
Baca: PPP Tantang Humphrey Djemat Sebut Nama Partai Politik yang Minta Rp 500 Miliar ke Calon Menteri
"Selanjutnya presiden dapat memberikan grasi
setelah memperhatikan pertimbangan hukum tertulis dari Mahkamah Agung dan Menteri Hukum dan HAM," katanya.
Diberitakan sebelumnya, Annas Maamun dipastikan dapat menghirup udara bebas pada 3 Oktober 2020 setelah Presiden Jokowi memberikan grasi berupa pengurangan masa hukuman.
Keputusan grasi itu tertera pada Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 23/G Tahun 2019 tertanggal 25 Oktober 2019.
Baca: Beri Modal Untuk Ibu-ibu Desa Terpencil, Ini Kisah Andi Taufan Garuda Putra Staf Khusus Presiden
Semula, Annas akan bebas pada 3 Oktober 2021. Ia menjalani masa hukuman selama tujuh tahun.
Namun Jokowi memberi keringanan berupa potongan masa hukuman selama satu tahun.
Namun pidana denda Rp200.000.000 subsider pidana kurungan selama enam bulan tetap harus dibayar Annas. Annas pun telah membayar denda itu pada 11 Juli 2016.
Diketahui Annas jadi penghuni Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat sejak 2014. Ia dijerat KPK hingga akhirnya diadili dengan dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dalam perkara korupsi alih fungsi lahan kebun kelapa sawit di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau.
Baca: Titik Bangkit Angkie Yudistia, Staf Khusus Presiden Penyandang Tuna Rungu, Dimulai dari Kampus
Annas terbukti menerima Rp500 juta dari pengusaha bernama Gulat Medali Emas Manurung.
Pemberian uang itu dilakukan agar Anas memasukkan permintaan Gulat Manurung dalam surat Gubernur Riau tentang revisi kawasan hutan meskipun lahan yang diajukan bukan termasuk rekomendasi tim terpadu. Annas pun divonis pada 24 Juni 2015 dengan hukuman enam tahun penjara.
Hukuman bekas politikus Partai Golkar itu diperberat di tingkat kasasi menjadi tujuh tahun.
Namun melalui grasi, hukuman Annas Maamun kembali menjadi enam tahun.