Sebut Alasannya Tunjuk Ahok jadi Komisaris Utama Pertamina, Erick Thohir: Figur Pendobrak Dibutuhkan
Erick Thohir menanggapi penunjukan Ahok menjadi Komisaris Utama (Komut) PT. Pertamina. Ia menilai sosok pendobrak seperti Ahok dibutuhkan.
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Fathul Amanah
Kriteria Figur yang Dibutuhkan BUMN
Erick Thohir menyebutkan Kementerian BUMN terbuka untuk menjaring figur-figur terbaik di Indonesia.
"142 perusahaan BUMN saya rasa kita terbuka, tidak mungkin di-manage kita-kita, kita harus punya figur yang baik, mencerminkan ulet, teamwork dan juga loyalitas," ungkapnya.
Erick Thohir juga menyebut bukanlah hal mudah untuk membujuk figur yang dianggap kompeten untuk bersedia masuk di jajaran BUMN.
"Dengan itu ya mau tidak mau kita harus membuka diri. Alhamdulillah kalau banyak figur-figur yang bagus mau membantu dan tentu mempersuasif mereka sesuatu yang tidak mudah,"ujarnya.
Diketahui, Ahok resmi ditunjuk menjadi Komisaris Utama PT. Pertamina (Persero).
Hal itu diungkapkan oleh Menteri BUMN Erick Thohir di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (22/11/2019).
Ahok didampingi Wakil Menteri BUMN Budi Sadikin sebagai Wakil Komisaris Utama.
Selain itu, mantan Dirut PT. Telkomsel, Emma Sri Martini juga ditunjuk menjadi Direktur Keuangan.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ahok dan Kontroversi Penunjukannya sebagai Komisaris Utama Pertamina...", https://www.kompas.com/tren/read/2019/11/23/092739465/ahok-dan-kontroversi-penunjukannya-sebagai-komisaris-utama-pertamina?page=all.
Lalui Kontroversi
Pro-kontra penunjukan Ahok bergulir di masyarakat.
Satu di antaranya karena Ahok sempat tersandung hukum dan membuatnya dipenjara dua tahun.
Diketahui, Ahok terbukti melakukan tindak pidana penodaan agama.
Namun, peraturan yang ada tidak menghambat langkah Ahok.
Mengacu Pasal 45 ayat (1) UU Nomor 19/2003 tentang BUMN yang dilarang menjabat sebagai calon direksi BUMN adalah seseorang yang pernah melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara.
Sedangkan kasus yang menjerat Ahok dinilai pelanggaran hukum yang tidak mengakibatkan kerugian negara.
(TRIBUNNEWS.COM/Wahyu Gilang Putranto)