Jokowi Bentuk Jabatan Baru, Dinilai Tambah Anggaran, Pangi: Publik Wajib Dapat Informasi yang Jelas
Pangi menuturkan, penambahan jabatan bisa menambah beban anggaran. Oleh karena itu, pemerintah harus menjelaskan kebijakannya lebih jelas pada publik.
Penulis: Widyadewi Metta Adya Irani
Editor: Daryono
Oleh karena itu, Pangi kembali menekankan penambahan jabatan baru di lingkaran presiden harus mempunyai rasionalitas yang kuat.
"Jika tidak maka presiden akan distempel inkonsisten," kata Pangi.
Di lain pihak, dilansir dari Kompas.com, Fadjroel membantah pos Wakil Kepala Staf Kepresidenan dimunculkan hanya untuk bagi-bagi jatah kursi.
Ia memastikan pos baru ini akan diisi oleh tokoh profesional.
"Dari pembicaraan kami dengan Moeldoko juga, bahwa mereka adalah profesional," terangnya.
"Profesional itu kan bisa berasal dari partai, non-partai," sambung Fadjroel.
Dinilai Sebagai Kebijakan Paradoks
Pangi juga menyebut keputusan presiden menambah jabatan Wakil Kepala Staf Kepresidenan merupakan kebijakan paradoks.
Pasalnya, menurut Pangi, penambahan jabatan baru tersebut bertolak belakang dengan agenda presiden untuk melakukan reformasi birokrasi.
"Kebijakan ini paradoks, mengapa?" tutur Pangi.
"Presiden Jokowi memberikan contoh presiden buruk di tengah agenda pemangkasan birokrasi atau reformasi birokrasi," terangnya.
Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting itu pun menyayangkan penambahan jabatan di lingkaran presiden yang semakin menggemukkan Istana.
Menurutnya, hal ini tidak sesuai dengan optimisme Jokowi saat berpidato soal rencananya memangkas birokrasi di hadapan anggota MPR beberapa waktu lalu.
"Di hadapan anggota MPR pada saat pelantikan, beliau berpidato dengan nada optimis akan melakukan pemangkasan birokrasi, namun struktur birokrasi di lingkaran Istana malah semakin gemuk," kata Pangi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.