KPK Ditantang Pidanakan Pihak yang Diduga Sebarkan Informasi Bohong Terkait Keberadaan Harun Masiku
Selain Menkumham Yasonna Laoly selaku pihak bertanggung jawab atas informasi Harun berada di luar negeri, pimpinan KPK juga diminta diproses pidana.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menantang KPK mempidanakan pihak-pihak yang diduga menyebarkan informasi bohong alias hoaks kepada publik tentang keberadaan maupun membantu menyembunyikan tersangka penyuap komisioner KPU Wahyu Setiawan, Harun Masiku.
Selain Menkumham Yasonna Laoly selaku pihak bertanggung jawab atas informasi Harun berada di luar negeri, pimpinan KPK juga diminta diproses pidana karena melakukan hal sama.
"Ini membuktikan bahwa Menteri Hukum dan HAM serta Pimpinan KPK telah menebar hoaks kepada publik," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana, Rabu (22/1/2020).
ICW mencurigai ada pihak-pihak yang berusaha menyembunyikan tersangka caleg PDIP Harun Masiku untuk mengamankan informasi penting terkait pihak tersebut.
Kurnia menilai layak bagi KPK mengambil langkah segera menerbitkan surat perintah penyelidikan dugaan pidana obstruction of justice atau menghalang-halangi proses penyidikan penegak hukum.
"Ketika ada pihak-pihak yang berupaya menyembunyikan Harun Masiku dengan menebarkan hoaks seperti itu mestinya KPK tidak lagi ragu untuk menerbitkan surat perintah penyelidikan dengan dugaan obstruction of justice sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," tandasnya.
KPK sendiri menilai dari sejumlah peristiwa yang terjadi belum dikategorikan sebagai upaya melindungi atau menghalangi penyidikan kasus Harun Masiku.
Baca: Harun Masiku Telah Melintas Masuk Kembali ke Jakarta dengan Pesawat Batik Air 7 Januari 2020
Baca: Soal Harun Masiku Sudah Di Indonesia, ICW: Menkumham dan Imigrasi Bohong Pada Publik
"Perlu dikaji lebih dahulu secara menyeluruh, secara mendalam, tentunya tidak serta merta begitu saja dengan mudah kita menerapkan Pasal 21," ujar Pelaksana tugas Juru Bicara KPK, Ali Fikri.
Sementara itu, Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat justru menyalahkan anak buah Yasonna Laoly, dalam hal ini pimpinan imigrasi atas kesalahan informasi keberadaan Harun Masiku.
"Pak Yasonna dong yang tegur imigrasi. Gimana sih, dia langsung lah tanggung jawab," kata Djarot.
Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Purwono mengatakan pihaknya masih mengumpulkan informasi dan mengkaji atas kesalahan informasi yang disampaikan imigrasi terkait keberadaan Harun Masiku ini.
"Sedang kami telusuri, masih dibahas di grup internal. Kami lagi mau cari tahu kenapa bisa ada perbedaan informasi seperti itu," ujar Dini.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PAN, Sarifuddin Sudding menilai kesalahan informasi yang diberikan imigrasi ke publik membuat masyarakat curiga dan bertanya-tanya.
Baca: Soal Harun Masiku Sudah Di Indonesia, ICW: Menkumham dan Imigrasi Bohong Pada Publik
Baca: Soal Harun Masiku, PDIP Sebut Dirjen Imigrasi yang Tanggungjawab
"Ya ini kan membuat masyarakat bertanya-tanya," kata Sudding.
Menurut Sudding, kesalahan informasi yang diberikan imigrasi berdampak pada kesalahan langkah yang dilakukan KPK dalam pencarian buronannya, Harun Masiku.
Sudding menilai Yasonna Laoly selaku atasan imigrasi tidak mampu bekerja secara profesional sehingga terjadi kesalahan informasi keberadaan Harun Masiku.
Di sisi lain, ia pun mencurigai justru kesalahan itu terjadi karena disengaja untuk melindungi Harun Masiku.
"Melihat Yasonna merupakan kader PDIP dan termasuk dalan tim hukum. Ya bisa saja itu terjadi, apakah dalam rangka untuk menutup-nutupi keberadaan yang bersangkutan, sehingga tanpa ada koordinasi terlebih dahulu sebagai pejabat tertinggi dalam satu instansi memberikan suatu statement ke publik tanpa me-recheck terlebih dahulu kebenaran informasi yang disampaikan," ujarnya.
Fraksi Demokrat di DPR menyayangkan pihak Imigrasi yang luput memantau keberadaan Harun Masiku yang kini menjadi buronan KPK.
Imigrasi baru saat ini membeberkan kebenaran Harun sudah kembali ke Indonesia sejak 7 Januari.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Demokrat Mulyadi menilai apa yang dilakukan imigrasi dalam kesalahan informasi ini dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap imigrasi.
Baca: Yasonna Laoly Minta Maaf pada Warga Tanjung Priok yang Tersinggung, dan Janji akan Silaturahmi
Baca: Menkumham Yasonna Laoly Pilih Tinggalkan Wartawan Saat Ditanya Soal Harun Masiku
"Jangan sampai rakyat yang begitu banyak jumlahnya ini dapat menyebabkan terjadinya degradasi kepercayaan kepada instiusi seperti imigrasi," katanya.
Sekretaris Jenderal Demokrat dan juga anggota Komisi III DPR RI Hinca Pandjaitan mengatakan frasksinya akan meminta klarifikasi Menkumham Yasonna Laoly dalam rapat, termasuk alasan keterlambatan sistem input data lalu lintas orang.
"Kalau di Komisi III kami akan menanyakan kepada (kementerian) Kumham, minggu depan kami akan rapat kerja bersama tentang sistem keimigrasian kita itu untuk dicek, dijelaskan itu," kata Hinca.
KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Jakarta, Depok Jawa Barat, dan Banyumas Jawa Tengah pada 8 hingga 9 Januari 2020.
Diduga sejumlah pihak terlibat praktik suap pemulusan caleg PDIP dari Dapil Sumatera Selatan I Harun Masiku menjadi anggota DPR melalui mekanisme Pergantian Antar-waktu (PAW).
Empat orang ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam OTT itu, yakni komisioner KPU Wahyu Setiawan, politikus PDIP Harun Masiku, mantan anggota Bawaslu sekaligus orang kepercayaan Wahyu Setiawan bernama Agustiani Tio Fridelina dan seorang perantara suap bernama Saeful.
Harun Masiku selaku caleg PDIP diduga memberikan suap Rp 600 juta untuk komisioner KPU Wahyu Setiawan agar ditetapkan sebagai anggota DPR terpilih PAW.
Namun, pihak KPK gagal menangkap Harun Masiku dalam OTT itu dan baru dinyatakan buron beberapa hari terakhir.
Petugas KPK juga gagal saat mencari target mereka di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK) karena lebih dulu tertangkap sejumlah polisi yang berjaga.
Selain itu, petugas KPK juga gagal saat hendak menyegel ruangan di kantor DPP PDIP karena dihalangi petugas keamanan setempat.
Pihak imigrasi yang berada di bawah tanggung jawab Menkumham Yasonna Laoly menyampaikan informasi ke publik bahwa Harun Masiku sudah meninggalkan Indoensia ke Singapura sejak 6 Januari 2020 atau sebelum KPK melakukan KPK. Pimpinan KPK mengamini itu.
Sementara, Majalah Tempo sempat memberitakan adanya rekaman kamera keamanan bandara Soekarno-Hatta yang menangkap masuknya sosok Harun Masiku dengan Batik Air melalui Terminal IIF pada 7 Januari 2020.
Istri Harun Masiku, Hildawati Jamrin, juga mengakui suaminya telah meneleponnya dan mengabarkan dirinya sudah kembali ke Singapura sejak 7 Januari 2020.
Meski begitu, baik KPK maupun Kemenkumham kompak menyebut Harun ada di Singapura.
Baru pada Rabu kemarin, 22 Januari 2020, Dirjen Imigrasi Kemenkumham Ronny Sompie meralat informasi bahwa sebenarnya Harun Masiku sudah kembali ke Indonesia dari Singapura sejak 7 Januari 2020.
Ada di Indonesia Sejak 7 Januari
Fakta baru terungkap terkait gagalnya KPK menangkap politikus PDIP Harun Masiku yang berperan sebagai penyuap komisioner KPU Wahyu Setiawan saat operasi tangkap tangan (OTT) 8-9 Januari 2020.
Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Ronny Sompie meralat informasi dan mengakui Harun Masiku berada di Indonesia sejak 7 Januari 2020 atau sebelum KPK melakukan OTT.
"Saya sudah menerima informasi berdasarkan pendalaman di sistem termasuk data melalui IT yang dimiliki stakeholder terkait di Bandara Soeta, bahwa HM telah melintas masuk kembali ke Jakarta dengan menggunakan pesawat Batik pada tanggal 7 Januari 2020," ujar Dirjen Imigrasi Ronny Sompie kepada wartawan, Rabu (22/1/2020).
Pernyataan itu sekaligus meralat pernyataan pihak imigrasi sebelumnya yang menyebutkan tersangka Harun Masiku yang menjadi target KPK telah meninggalkan Indonesia melalui Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng sejak 6 Januari 2020 atau sebelum OTT dilakukan.
Ronny mengatakan, kesalahan penyampaian informasi tentang lalu lintas Harun Masiku terjadi karena adanya keterlambatan dalam memproses data pelintasan di Terminal 2F Bandara Soekarno-Hatta, tempat kedatangan Harun di Indonesia.
"Saya telah memerintahkan kepada Kepala Kantor Imigrasi Kelas 1 Khusus Bandara Soetta dan Direktur Sistem Informasi dan Teknologi Keimigrasan Ditjen Imigrasi untuk melakukan pendalaman terhadap adanya delay time dalam pemrosesan data pelintasan di Terminal 2F Bandara Soetta ketika HM melintas masuk," kata dia.
Yasonna Laoly selaku pihak yang bertanggung jawab atas kesalahan informasi ini memilih pergi saat dikonfirmasi perihal kebenaran keberadaan buronan KPK, Harun Masiku, di kantornya.
"Sudah ya, (waktu) sudah mau magrib, ini satu aja," ucap Yasonna seraya meninggalkan ruangan konferensi pers di kantor Kemenkumham Jakarta.
Yasonna dikawal sekira 10 orang berseragam putih memilih untuk meninggalkan kerumunan wartawan yang menanyakan soal Harun Masiku.
"Itu (tanyakan) ke Dirjen Imigrasi," ujarnya berlalu.
Ralat informasi dari pihak imigrasi ini sekaligus menguatkan pemberitaan majalah Tempo dan pengakuan istri Harun Masiku, Hildawati Jamrin, bahwa Harun Masiku sudah kembali Singapura ke Jakarta pada 7 Januari 2020.
Majalah Tempo sempat memberitakan adanya rekaman kamera keamanan bandara Soekarno-Hatta yang menangkap masuknya sosok Harun Masiku dengan Batik Air melalui Terminal IIF pada 7 Januari 2020.
Istri Harun Masiku, Hildawati Jamrin, juga mengakui suaminya telah meneleponnya dan mengabarkan dirinya sudah kembali ke Singapura sejak 7 Januari 2020.
Meski begitu, baik KPK maupun Kementerian Hukum dan HAM kompak menyebut Harun ada di Singapura.
Pada 13 Januari 2020, Kabag Humas Ditjen Imigrasi Arvin Gumilang menyebut Harun Masiku tercatat meninggalkan Indonesia ke Singapura sejak Senin, 6 Januari 2020.
Pada 16 Januari 2020, Menkumham Yasonna H Laoly, Yasonna ngotot menyebut bahwa Harun masih berada di luar negeri.
"Pokoknya belum di Indonesia," kata Yasonna.
Bahkan, Ketua KPK Firli Bahuri mengaku siap menangkap jika ada yang mengetahui keberadaan Harun Masiku.
"Kalau saya tahu, sudah saya tangkap pasti," kata Firli di komplek DPR RI, Senayan, Jakarta, 20 Januari 2020.
KPK mengamankan delapan orang saat melakukan OTT di Jakarta, Depok Jawa Barat, dan Banyumas Jawa Tengah pada 8 hingga 9 Januari 2020. (tribun network/tim)