Tren Politik Dinasti, Riset Nagara Institute 17,22% Anggota DPR Punya Hubungan Dengan Pejabat Publik
Direktur Eksekutif Nagara Institute, Akbar Faisal mengatakan banyak jabatan yang diberikan kepada orang-orang yang kurang kompeten di bidangnya
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Negara Institute menemukan 17,22% hasil pemilihan Dewan Perwakilan Daerah (DPR-RI) 2019 terpapar dinasti politik.
Lebih rinci lagi, sekiranya 99 dari 575 anggota legislatif terpilih memiliki hubungan dengan pejabat publik.
Baca: LBH Jakarta: RUU Omnibus Law Hanya untuk Kepentingan Oligarki
Direktur Eksekutif Nagara Institute, Akbar Faisal mengatakan banyak jabatan yang diberikan kepada orang-orang yang kurang kompeten di bidangnya.
Hal itu menurutnya harus ada pihak yang mencegah tren oligarki partai politik, karna hal tersebut dampaknya akan langsung dirasakan oleh masyarakat.
"Kami secara ekstrem bermaksud mencegah orang-orang yang tidak layak memimpin masyarakat," ujarnya, Senin (17/2/2020) di kawasan Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta Selatan.
"Karena kami melihat bahwa terlalu banyak ruang yang diberikan kepada mereka-mereka yang sebenarnya tidak kompeten untuk mengelola Negara hanya karena memiliki relasi kekuasaan pada masing-masing partai maka kemudian mereka mendapatkan ruang untuk itu, tapi dampaknya akan langsung ke masyarakat," lanjutnya
Diterangkannya, salah satu faktor yang menghambat terjadinya akselerasi penguatan demokrasi di Indonesia adalah dominasi kekuatan politik oleh kelompok yang memiliki kepentingan yang berseberangan dengan kepentingan masyarakat.
Kelompok itu yang menurutnya disebut kelompok oligarki.
"Jika dibandingkan dengan hasil pemilu legislatif sebelumnya, ternyata ada tren kenaikan politik dinasti. Di Pileg 2009 ditemukan 27 kasus, pada Pileg 2014 ada 51 kasus. Fakta ini jadi catatan khusus bagi kualitas pemilu kita," ujar Akbar Faisal.
Temuan tersebut dijabarkannya, menjadi indikasi kuat adanya masalah dalam sistem rekrutmen yang akan berdampak langsung pada kesehatan demokrasi.
"Oligarki partai politik, sebagaimana tercermin dalam menguatnya dinasti politik telah merusak demokrasi kita. Jika itu tidak serius jadi perhatian publik, maka kita akan memasuki fase berbahaya dalam demokrasi kita," ujarnya.
Baca: Sebut Publik Tak Percaya Lagi Pada Jokowi, Sudjiwo Tedjo Beberkan Bukti, Singgung Politik Dinasti
Kaitannya dengan Presiden Joko Widodo yang mengusulkan anaknya maju di Pilkada Solo menurut Akbar Faisal termaksud bagian dari Oligarki.
"Tidak ada toleransi dan pemakluman untuk siapapun dia menurut saya pada saat ini. Pak Jokowi melalui mekanisme Pilkada yang sedang berlangsung di Solo apapun namanya dalam kajian kami itu masuk pada wilayah oligarki apapun namanya," ujarnya