MA Batalkan Kenaikan Iuran BPJS, Kembali ke Iuran Awal, Begini Tanggapan Kemenkeu
Tanggapan Kemenkeu terkait keputusan MA membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
Penulis: Widyadewi Metta Adya Irani
Editor: Wulan Kurnia Putri
TRIBUNNEWS.COM - Iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) Kesehatan batal mengalami kenaikan.
Diberitakan Tribunnews.com, Mahkamah Agung (MA) menerima dan mengabulkan sebagian uji materi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan.
Dengan demikian, iuran BPJS pun kembali ke aturan iuran awal.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun angkat bicara.
"Ya ini kan keputusannya memang harus lihat lagi implikasinya kepada BPJS begitu ya."
"Kalau dia secara keuangan akan terpengaruh, nanti kita lihat bagaimana BPJS Kesehatan akan bisa sustain," kata Sri Mulyani di Istana Kepresidenan, Jakarta, seperti yang dikutip dari Kompas.com, Senin (9/3/2020).
Menurut Sri Mulyani, BPJS Kesehatan memiliki manfaat besar bagi masyarakat luas dalam memberikan pelayanan kesehatan.
Baca: Ketua KPCDI Minta Pemerintah Patuhi Putusan MA soal Batalnya Naik Tarif BPJS: Ini yang Menang Rakyat
Namun, dari sisi keuangan, asuransi ini justru merugi.
"Sampai dengan, saya sampaikan, dengan akhir Desember, kondisi keuangan BPJS meskipun saya sudah tambahkan Rp 15 triliun, dia masih negatif, hampir sekitar Rp 13 triliun," kata Sri Mulyani.
"Jadi kalau sekarang dengan hal ini, adalah suatu realita yang harus kita lihat."
"Kita nanti kita review-ah ya," tambahnya.
Sementara, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menuturkan pihaknya mendalami keputusan MA tersebut.
Suahasil pun menerangkan, keputusan pemerintah untuk menaikkan tarif iuran BPJS mempertimbangan defisit BPJS Kesehatan yang diproyeksi mencapai Rp 15 triliun hingga akhir 2019.
Dengan adanya keputusan MA ini, Kemenkeu harus kembali memutar otak untuk menutup defisit BPJS Kesehatan.
Baca: Mengenal KPCDI, Komunitas yang Ajukan Uji Materi Terkait Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan
"Kita cari cara, sejak tahun lalu gimana caranya tambal."
"Caranya menambal itu yang kita bayangkan tahun lalu adalah pemerintah berikan uang, uang lebih besar kepada BPJS Kesehatan," jelas Suahasil di Jakarta, seperti yang diberitakan Kompas.com, Senin (9/3/2020).
"Kalau kita berikan uang seperti itu saja, tahun depan tidak tahu lagi berapa," jelasnya.
Menurut Suahasil, kenaikan tarif iuran sebesar 100 persen untuk masing-masing kelas peserta merupakan satu di antara cara menambal defisit BPJS Kesehatan.
Selain itu, pemerintah juga menanggung iuran peserta penerima bantuan iuran (PBI) hingga akhir 2019 sebesar Rp 15,5 triliun.
"Nah ini yang sudah dilakukan dengan cara menaikkan itu, maka tahun lalu pemerintah bisa bayari defisit tersebut.
Tahun ini juga pemerintah bayari PBI dengan tarif yang baru," jelas Suahasil.
Baca: SAH! Kenaikan Iuran BPJS Batal Naik 100 Persen, Mahkamah Agung Terima Ajuan KPCDI
"Jadi sebenarnya, kenaikan itu adalah utk bisa menambal defisitnya BPJS.
Nah dengan adanya putusan tadi, kita pelajari dan diskusikan implikasinya," tambahnya.
Putusan MA
Dilansir dari Kompas.com, perpres tentang Jaminan Kesehatan itu dibatalkan MA pada 27 Februari 2020.
"Perkara Nomor 7 P/HUM/2020 perkara Hak Uji Materiil," ujar Juru Bicara MA, Andi Samsan Nganro, Senin (9/3/2020).
Menurut Andi, MA mengabulkan sebagian permohonan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) terkait perpres itu.
Sebelumnya, KPCDI menggugat ke MA dan meminta kenaikan iuran BPJS dibatalkan karena merasa keberatan.
Baca: Tanggapan KPCDI Soal MA Batalkan Kenaikan Iuran BPJS: Rakyat Kecil Senang Menyambut Ini
Pada putusannya, MA membatalkan kenaikan iuran BPJS per 1 Januari 2020.
"Menyatakan Pasal 34 ayat 1 dan 2 Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," bunyi putusan tersebut.
Menurut MA, seperti yang diberitakan Tribunnews.com sebelumnya, Pasal 34 ayat 1 dan 2 bertentangan dengan Pasal 23 A, Pasal 28H dan Pasal 34 UUD 1945.
Selain itu juga bertentangan dengan Pasal 2, Pasal 4, Pasal 17 ayat 3 UU Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
"Bertentangan dengan Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4 tentang Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial. Bertentangan dengan Pasal 5 ayat 2 jo Pasal 171 UU Kesehatan," bunyi putusan tersebut.
Pasal yang dinyatakan batal dan tidak berlaku berbunyi:
Pasal 34
(1) Iuran bagi Peserta PBPU dan Peserta BP yaitu sebesar:
a. Rp 42.OOO,00 (empat puluh dua ribu rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.
b. Rp 110.000,00 (seratus sepuluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II; atau
c. Rp 160.000,00 (seratus enam puluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.
Baca: Kenaikan Iuran BPJS Dibatalkan, Mahfud MD: Pemerintah Tidak Bisa Melawan Putusan Pengadilan
(2) Besaran Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2O2O.
Dengan dibatalkannya pasal tersebut, maka iuran BPJS kembali ke iuran semula, yaitu:
a. Sebesar Rp 25.500 untuk kelas 3
b. Sebesar Rp 51 ribu untuk kelas 2
c. Sebesar Rp 80 ribu untuk kelas 1
(Tribunnews.com/Widyadewi Metta/Glery Lazuardi) (Kompas.com/Dani Prabowo/Mutia Fauzia)
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kenaikan Iuran Dibatalkan MA, Kemenkeu Putar Otak Tambal BPJS Kesehatan"