KPCDI Beberkan Alasan Mereka Lakukan Judicial Review untuk Batalkan Kenaikan Iuran BPJS
Kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan resmi dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA), Senin (9/3/2020) lalu.
Penulis: Endra Kurniawan
Editor: Pravitri Retno W
"Kalau RS tipe A seperti RSCM akan dibayar gede oleh BPJS. Relatif pasien hanya keluar ongkos. Tipe dibawahnya dibayar BPJS lebih rendah. Dan seterusnya. Rumah sakit swasta beda-beda memberi fasilitasnya."
"Ada yg harus beli 4 suntikan hormon eritropoietin. Yaitu hormon pembentuk hemoglobin agar tidak anemia. Satu buah sekitar 175 ribu. Tinggal 175 ribu kali empat dalam sebulan," jelasnya.
Dengan sejumlah alasan di atas, menjadi dasar kenapa KPCDI begitu kekeh mengupayakan pembatalan kenaikan iuran BPJS.
"Ya, makanya kami rentan gagal bayar iuran yang naik 100 persen," tutur Petrus.
Berdasarkan data dari Perhimpunan Nefrologi Indonesia, 150 ribu pasien di seluruh Indonesia yang mengidap gagal ginjal dan diwajibkan untuk melakukan cuci darah secara berkala.
Disinggung perihal defisit anggaran pemerintah, Petrus mengungkapkan pandangannya.
Menurutnya, kenaikan iuran BPJS bukan jalan keluar untuk menutup defisit keuangan BPJS.
"Tugas negara untuk menjamin kesehatan rakyatnya. BPJS Kesehatan harus diaudit agar tidak bocor."
"Pemerintah harus menjalankan program promotif dan preventif, agar penyakit kronis seperti gagal ginjal tidak bertambah banyak. Sehingga mengurangi beban BPJS Kesehatan," tutupnya.
(Tribunnews.com/Endra Kurniawan)