Cerita CEO Media Daring Ikut Pelatihan Kartu Prakerja Hingga Dapat Sertifikat: Ini Tak Tepat Sasaran
Program Kartu Prakerja yang digagas pemerintah Jokowi saat ini menuai banyak sorotan.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Adi Suhendi
Tidak ada. Orang itu semua tinggal isi, pekerjaan apa. Tidak ada itu misal ditanya omzet turun berapa, apa terdampak covid-19 atau tidak.
Tribun: Tidak ada detail konfirmasi?
Tidak ada, itu langsung pekerjaannya apa. Terus upload foto yang tidak blur atau goyang. Apalagi dijelasin seberapa besar omzet Anda terdampak, tidak ada. Lebih baik kan' disyaratkan misal laporan keuangan beberapa tahun terakhir. Ini tidak ada.
Tribun: Berdasarkan pengalaman Anda mendaftar kartu prakerja, apa saja kekurangan?
Kekurangannya pertama kekurangan moral. Rp 5,6 triliun dianggarkan untuk membeli video. Rp 1 juta untuk 5,6 juta orang. Itu kekurangannya.
Baca: Pengamat Beberkan 4 Poin Solusi Selesaikan Isu Kartu Prakerja
Lagi pandemi seperti ini jual-beli video. Kalau sistemnya, ya kayak saya saja bisa masuk (daftar). Artinya tidak tepat sasaran.
Saya tidak ingin mengomentari soal instrukturnya bagus atau tidak itu kan' relatif.
Mungkin bagi saya kurang bermanfaat, mungkin bagi mereka di desa-desa yang belum mengerti apa itu jurnalistik mungkin berguna.
Mungkin instrukturnya bagi saya, dia lebih junior, tapi bagi yang muda-muda mungkin dia bagus. Tapi yang ingin saya komentari adalah model bisnisnya.
Tribun: Jadi setelah daftar itu Anda mendapat saldo Rp 1 juta?
Rp 1 juta itu saldo non-tunai. Syarat untuk mendapat Rp 600 ribu intensif beli 1 video.
Kalau 30 hari tidak dibelanjakan hangus. Kembali ke rekening prakerja, lalu kita dicoret sebagai peserta. Itu aturannya.
Tribun: Wajib untuk 'membeli' video untuk dapat intensif Rp 600 ribu?
Harus minimal 1 video, harganya berapapun. Nanti dipakai lagi bulan depan. Tapi harus beli pertama, kalau sudah beli pertama nanti dikirim email notifikasi "ayo gunakan lagi saldomu untuk membeli video di akademi". Ada.