Bareskrim Selidiki Dugaan Eksploitasi 14 ABK WNI di Kapal Ikan Berbendera China
Penyelidikan didasari laporan polisi yang dibuat oleh Satgas TPPO Bareskrim Polri didukung dengan laporan yang sama dari Margono-Surya & Partners.
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bareskrim Polri mulai melakukan penyelidikan atas dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) pada 14 anak buah kapal (ABK) yang diduga mengalami eksploitasi di kapal ikan berbendera China yang kini sudah dipulangkan ke tanah air.
Penyelidikan tersebut didasari laporan polisi yang dibuat oleh Satgas TPPO Bareskrim Polri didukung dengan laporan yang sama dari Margono-Surya & Partners ke SPKT Bareskrim Polri pada Jumat (8/5/2020).
"Peristiwa ini sudah dilaporkan lebih dulu pada Rabu (6/5/2020), Satgas TPPO sudah buat laporan. Kami melapor hari ini, karena laporannya sama sehingga dijadikan satu. Yang dilaporkan adalah agency kapal yang memberangkatkan para ABK ke luar negeri atas dugaan TPPO," kata David Surya dari Margono-Surya & Partners di Bareskrim Mabes Polri, Jumat (8/5/2020).
David melanjutkan, untuk mendukung penuntasan kasus tersebut, pihaknya turut memberikan bukti-bukti pada Satgas TPPO seperti komunikasinya dengan pengacara di Korea Selatan hingga draf perjanjian laut milik salah satu ABK WNI yang jenazahnya dilarung di laut.
Tidak hanya itu, David mengaku bersedia diperiksa sebagai saksi oleh penyidik jika memang keterangannya dibutuhkan.
Terlebih David sudah sering menangani kasus-kasus serupa dan dia memiliki jejaring komunikasi dengan para pengacara di Korea Selatan.
"Saya pun bersedia jadi saksi. Kami akan dukung penuntasan kass tersebut. Peristiwa perdagangan orang seperti ini tidak boleh terjadi lagi," tegasnya.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menuturkan, ada tiga ABK Indonesia yang meninggal dunia di kapal China dan dilarung ke laut.
Sementara itu, satu ABK meninggal di rumah sakit. Tiga ABK Indonesia ini merupakan awak kapal dari kapal Long Xing 629.
Baca: Ferdian Paleka Ungkap Cara Bisa Pindah-pindah ke Banyak Tempat saat PSBB: Sedia Surat Dokter
KBRI Seoul pun telah membantu proses pemulangan ke tanah air 14 orang ABK WNI kapal Long Xin 629 dengan penerbangan Garuda Indonesia pada Jumat (8/5/2020) kemarin.
Lalu, KBRI Seoul juga membantu proses pemulangan enam orang ABK WNI kapal Lim Discoverer dengan penerbangan Asiana pada sore harinya.
"Keenam orang ABK WNI tersebut dalam keadaan sehat dan telah menjalani karantina di Kota Busan," kata Duta Besar Indonesia untuk Korea Selatan Umar Hadi dalam keterangan, Jumat (8/5/2020).
Diketahui, Kapal penangkap ikan Lim Discoverer berbendera Korea Selatan mengalami kecelakan dan tenggelam di Laut Bismarck dekat Papua Nugini pada tanggal 21 Maret 2020.
Seluruh awak kapal tersebut yang berjumlah 24 orang, termasuk 6 orang WNI, telah diselamatkan oleh kapal penangkap ikan Sophia Martina berbendera Filipina dan dibawa ke pelabuhan Rabaul, Papua Nugini.
Seluruh awak kapal tersebut kemudian dijemput oleh kapal Araon berbendera Korea Selatan pada tanggal 20 April 2020 dan tiba di pelabuhan Gwangyang, Yeosu, pada tanggal 29 April 2020.
Keenam ABK WNI kemudian menjalani pemeriksaan kesehatan dan karantina di kota Busan, Korea Selatan, sesuai dengan protokol kesehatan yang berlaku.
Baca: Mendikbud Nadiem: Film Dapat Mendukung Pelaksanaan Merdeka Belajar
"Kami bersyukur bahwa keenam ABK WNI berada dalam keadaan sehat dan hari ini dapat dipulangkan ke tanah air," ucap Umar Hadi.
KBRI Seoul telah pula melakukan koordinasi erat dengan Kementerian Luar Negeri di Jakarta dan KBRI Port Moresby, Papua Nugini.
Panggil Dubes China
Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi secara khusus menghubungi para anak buah kapal (ABK) warga negara Indonesia (WNI) kapal Long Xin 629 di Korea Selatan (Korsel), Jumat (8/5/2020) waktu setempat.
Menlu Retno menanyakan kabar kondisi para WNI tersebut. Para awak kapal WNI tersebut menyatakan kondisi mereka dalam keadaan baik.
"Alhamdulillah teman-teman dari Seoul, dari KBRI memfasilitasi dengan baik. Nanti di tanah air kita akan bertanya kepada teman-teman semua tentang permasalahan teman-teman yang ada di kapal," ujar Menlu dari sambungan telepon.
Menlu juga menanyakan perkembangan wawancara para ABK WNI dengan kepolisian laut setempat atau Coast Guard Korea.
Para ABK WNI pun menjawab sudah melakukan wawancara dengan kepolisian laut Korea Selatan terkait permasalahan mereka.
Kementerian Luar Negeri juga berencana memanggil Duta Besar China untuk meminta klarifikasi atas kematian dan pelarungan jenazah anak buah kapal (ABK) warga negara Indonesia (WNI) di Kapal Long Xing.
Baca: Fakta Kasus Mutilasi Elvina di Sumut: sang Kekasih dan Ibu Kandungnya Jadi Tersangka Pembunuhan
Terkait hal itu, anggota Komisi I DPR RI Charles Honoris menilai tepat rencana Kemenlu. Namun, ia meminta agar pemanggilan tersebut tak sekadar menjadi prosedural diplomatik belaka, melainkan harus membahas kemungkinan pelanggaran HAM yang terjadi.
"Harus masuk sampai ke jantung persoalan yaitu adanya dugaan kuat pelanggaran hak-hak pekerja dan pelanggaran HAM di atas kapal berbendera China tersebut, sebagaimana diungkap ABK WNI lain yang mengalami eksploitasi, bahkan mengarah ke perbudakan," ujar Charles, dalam keterangannya, Jumat (8/5/2020).
Charles mengatakan, Pemerintah Indonesia harus mendesak pemerintah China untuk menerapkan standar perlindungan pekerja dan perlindungan HAM sesuai standar universal.
Tak hanya itu, seharusnya pemerintah China mengusut tuntas dan menjatuhkan sanksi hukum pada perusahaan pemilik kapal tersebut serta memberantas praktek-praktek serupa lainnya.
Politikus PDI Perjuangan tersebut juga mengimbau pemerintah agar dapat mengangkat kasus pelanggaran HAM ini ke forum multilateral, baik di Dewan HAM PBB maupun di Organisasi Buruh Internasional (ILO).
"Posisi Indonesia yang saat ini duduk sebagai anggota Dewan HAM PBB dan anggota ‘Governing Body’ di ILO perlu dimanfaatkan untuk mendorong penegakan HAM secara progesif serta penghapusan segala macam bentuk perbudakan, yang menjadi musuh kemanusiaan," kata dia.
Baca: Fakta Kasus Mutilasi Elvina di Sumut: sang Kekasih dan Ibu Kandungnya Jadi Tersangka Pembunuhan
Demi memastikan perlindungan terhadap WNI di luar negeri, Charles meminta adanya moratorium ke negara-negara yang tak menghormati HAM terkait pengiriman buruh migran Indonesia.
Sementara itu Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) masih melakukan pemeriksaan dan pendalaman terhadap kasus jenazah Anak Buah Kapal (ABK) Indonesia yang dilarung ke laut oleh kapal berbendera China.
Aris Wahyudi, Plt Dirjen Binapenta dan PKK Kemnaker dalam keterangannya mengatakan, akan melakukan koordinasi dengan Kementerian/ Lembaga terkait masalah ABK WNI tersebut, dikarenakan kasus ini terjadi di luar negeri.
Aris menjelaskan, Kemnaker akan fokus mlakukan investigasi pada aspek-aspek ketenagakerjaan yaitu pelanggaran hubungan kerja, dan pelanggaran norma ketenagakerjaan, khususnya pelindungan pekerja migran Indonesia (PMI).
Adapun jenis-jenis pelanggaran yang akan diselidiki antara lain perizinan ketenagakerjaan, syarat kerja dan izin hubungan kerja, terjadinya kerja paksa dan kekerasan di tempat kerja, traficking (perbudakan), potensi mempekerjakan pekerja anak, hingga sarana Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
"Kita tegaskan bahwa Kementerian Ketenagakerjaan tidak akan mentolelir apabila terdapat penyimpangan yang dilakukan oleh pihak perusahaan baik terkait proses penempatan maupun pemenuhan hak pekerja. Kita akan melakukan tindakan tegas sesuai ketentuan yang berlaku," ujar Aris.
Baca: Nasib Luka Jovic Bak Jatuh Tertimpa Tangga, Terancam Penjara hingga Terbaru Alami Cedera
Kemenaker dalam keterangannya menjelaskan, pemberian izin penempatan bagi perusahaan untuk ABK selama ini tidak sepenuhnya berada di Kemnaker atau melalui SIP3MI/Surat Ijin Perusahaan Penempatan PMI.
Hal ini mengingat Kementerian Perhubungan (Cq. Ditjen Hubla) juga mengeluarkan SIUPPAK (Surat Ijin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal) bagi agen penempatan yang biasa disebut maning agent.
"Untuk itu kami terus berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait. Kami akan memastikan aspek ketenagakerjaan dan hak-hak pekerja terpenuhi dan kasus ini segera dapat diatasi dengan baik," tegas Aris. (larasati/vincentius/tribunnetwork/cep)