Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Geisz Chalifah Kritik Pemerintah yang Jadi Oposisi Pemprov DKI: Hadapi Wabah atau Pilpres?

Pada tayangan Indonesia Lawyers Club Selasa (12/5/2020) aktivis sosial, Geisz Chalifah mengritik pejabat pusat yang jadi oposisi Pemprov DKI Jakarta

Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Sri Juliati
zoom-in Geisz Chalifah Kritik Pemerintah yang Jadi Oposisi Pemprov DKI: Hadapi Wabah atau Pilpres?
Indonesia Lawyers Club
Aktivis Sosial, Geisz Chalifah Kritik Pemerintah yang Jadi Oposisi Pemprov DKI 

TRIBUNNEWS.COM - Aktivis sosial, Geisz Chalifah mengkritik pejabat pusat yang jadi oposisi Pemprov DKI Jakarta.

Hal ini disampaikannya dalam tayangan Indonesia Lawyers Club (ILC), Selasa (12/5/2020) dengan tema Kisruh Bansos: Sengkarut Antara Pusat dan Daerah.

Geisz langsung mempertanyakan kondisi yang saat ini.

"Saya sebagai publik pribadi ingin berbicara tentang kondisi yang terjadi sekaligus memberikan pertanyaan karena kalau soal bansos kan sudah dibahas luar biasa," kata Geisz.

"Sebagai warga Jakarta, saya ingin bertanya, kita ini menghadapi covid sebagai wabah atau sebagai pilpres?" tanyanya.

Baca: Meskipun Tak Bisa Denda, Polisi Bisa Pidana Pelanggar PSBB Sesuai Pergub DKI

Baca: Setelah Isu Corona, Oposisi Jepang Kini Mempermasalahkan Kunjungan Istri Shinzo Abe ke Oita

Menurut Geisz, sejak awal pemerintah pusat tidak mendukung Pemprov DKI dan cenderung bertindak seperti oposisi.

"Karena saya membaca dari awal Covid, bahkan dari sebelum Covid, yang terjadi adalah pemerintah pusat dan baru pertama kali selama saya lahir di republik ini, ada pemerintah pusat menjadi oposisi terhadap Pemprov DKI," ujar Geisz.

Berita Rekomendasi

"Itu yang kita rasakan selama ini," tambahnya.

Geisz merasa apapun masalah di pemerintah pusat, sasaran pengalihannya adalah Pemprov DKI.

"Ini nggak sehat bernegara, yang kita hadapi wabah, yang kita perlukan adalah sinergi bersama, bukan cari panggung lalu menyalahkan seorang gubernur terus-menerus," tegasnya.

Ironisnya, jawaban yang dituntut oleh pemerintah pusat oposisi malah berakhir blunder seperti senjata makan tuan.

Geisz merasa hal ini terjadi berkali-kali.


"Lihat aja, dari pertama Covid-lah mulai saat Pak Anies mengumumkan sampai kemarin," ujarnya.

Terkait kebutuhan masyarakat di tengah pandemi, Geisz bercerita upayanya dan rekan-rekan untuk meringankan warga terdampak.

Saking seringnya meminta bantuan dari teman-temannya untuk disalurkan kepada warga, Geisz sampai disebut pemalak.

"Udahlah sekarang waktunya tidak mengeluarkan zakat 2,5 persen"

"Sekarang waktunya kita mengeluarkan zakat itu 25 persen kalau perlu 50 persen, karena kondisi kita sedemikian rupa," jelas Geisz menyoroti kondisi masyarakat saat ini.

"Jangan lagi berhitung-hitung dalam keadaan seperti ini, toh pada saat kita meninggal tidak bawa apa-apa kok," tegasnya.

Dia dan rekan-rekannya juga bekerjasama dengan beberapa organisasi atau komunitas yang bisa menyediakan bantuan bagi masyarakat.

Sayangnya, Geisz menilai para pejabat justu menjadikan momen pandemi ini sebagai panggung di pemerintahan.

"Situasinya memang sangat berbahaya untuk masyarakat, dan itu yang kita lakukan di bawah."

"Tapi di atas jadi panggung, nggak normal," ujarnya.

Bahkan dia mengaku rindu dengan pemerintahan Presiden kedua RI, Soeharto.

Menurutnya, zaman itu para menteri dan pemerintah selalu satu suara sehingga tidak membingungkan publik.

"Soeharto itu, Moerdiono itu kalau bicara hati-hati kalem sampai kita bisa mendengarnya, tapi semua menteri sama suaranya, nggak beda," terang Geisz.

"Harmoko kita juluki, mohon maaf dengan segala hormat semoga diampuni segala dosanya dan damai di alam sana (Moerdiono), dengan Pak Harmoko waktu itu kita menyatakannya adalah hari-hari omong kosong."

"Tapi dia bilang harga bawang per-kilo 500 di TV, kita temui di pasar Rp 500 nggak berubah dan semua menteri sama," lanjutnya.

Baca: Ridwan Kamil Beberkan Penyebab Data Penerima Bantuan di Jawa Barat Melonjak saat Pandemi Corona

Baca: Anies Baswedan Bingung pada Sikap Pemerintah, Ungkap Data Covid-19 yang Disembunyikan dari Awal

Sayangnya, menurut Geisz, para pejabat di pemerintahan saat ini saling menyalahkan sehingga menjadikan segregasi di antaranya.

Padahal masyarakat di bawah berusaha mengupayakan agar masyarakat terdampak pandemi bisa terus melanjutkan hidup, bekerjasama dengan pusat dan pemprov.

Untuk itu, Geisz mengingatkan tenaga ahli Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Ali Mochtar Ngabalin untuk berhenti menunjukkan sikap oposisi kepada Pemprov DKI.

"Jadi Pak Ali Mochtar Ngabalin sahabat saya yang terhormat, mohonlah saya kira sebagai warga publik berhentilah di kalangan pejabat itu menjadi oposisi Pemprov DKI," jelas Geisz.

"Bosan kita bacanya," tambahnya.

Menurutnya sudah banyak bukti yang menunjukkan sikap Ali Ngabalin yang seperti ini.

"Tolong nggak usah ngeles lagi karena jejak digitalnya ada Pak, kecuali saya tidak punya jejak digital dan saya juga nggak mau buka."

"Jadi cukuplah. Rakyat butuh diselamatkan, rakyat butuh makan, rakyat butuh kepastian," tegasnya.

(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas