Iuran BPJS Kesehatan Naik Menambah Daftar Kebijakan Blunder Jokowi
Menurut Karyono, keputusan itu sangat menciderai rasa keadilan terlebih saat ini masyarakat tengah berjuang di masa pandemi ini
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah resmi mengumumkan kenaikan besaran Iuran BPJS Kesehatan untuk peserta mandiri kelompok pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP).
Aturan baru tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Baca: Imbas Lockdown, Ibu di India Ini Nekat Mudik dengan Jalan Kaki Sejauh 160 km setelah Melahirkan
Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute Karyono Wibowo menyebut, sikap pemerintah yang menaikan iuran BPJS Kesehatan di tengah pandemi virus corona (Covid-19) jelas membuat rakyat kecewa.
Menurut Karyono, keputusan itu sangat menciderai rasa keadilan terlebih saat ini masyarakat tengah berjuang di masa pandemi ini.
Ia pun menyebut, kebijakan tak populis itu menambah daftar langkah blunder para pembantu Presiden.
"Dampaknya, presiden kena getahnya. Pamor Jokowi berpotensi menurun drastis di periode kedua pemerintahannya. Para pembantu presiden perlu ditertibkan agar tidak menjadi beban presiden terus menerus," kata Karyono Wibowo melalui keterangan tertulis kepada Tribunnews, Kamis (14/5/2020).
Karyono mengatakan, masalah pandemi masih menumpuk, tapi pemerintah justru membuat kebijakan menaikkan iuran BPJS.
Kenaikan iuran BPJS tersebut tercantum dalam Perpres 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang diteken Presiden Jokowi pada (5/5/2020).
Perppres tersebut diterbitkan sebagai pelaksanaan Putusan MahkamahAgung (MA) Nomor 7/P/HUM/2020 yang membatalkan Perpres 75 Tahun 2019, tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen dari iuran sebelumnya sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 7/P/HUM/2020 telah membatalkan kenaikan iuran jaminan kesehatan bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Peserta Bukan Pekerja (BP) BPJS Kesehatan.
Karyono menambahkan, meski ada perubahan jumlah angka kenaikan dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 dari yang tercantum dalam Perppres 75 Tahun 2019, tapi hal itu dirasakan masih memberatkan masyarakat.
Terlebih saat ini masih dalam situasi krisis wabah Covid-19.
Selain itu, ia mengatakan, alasan pemerintah menaikkan iuran BPJS demi keberlangsungan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan terjaminnya pelayanan kesehatan masyarakat, tetapi tetap saja akan mengusik perasaan banyak orang dan bertanya-tanya dalam hati, lho iki karepe piye pak Jokowi? (Lho ini maksudnya bagaimana Pak Jokowi?,red).
"Sekarang ini rakyat dalam keadaan susah karena dampak pandemi Covif-19, mengapa iuran BPJS malah naik? Kurang lebih begitulah perasaan banyak orang dalam menyikapi kenaikan iuran BPJS yang tertuang dalam Perppres 64/2020 tersebut," jelasnya.
Padahal, lanjut Kartono, substansi Putusan MA telah memerintahkan agar pihak pemerintah tidak membebani masyarakat (peserta BPJS) dengan menaikkan iuran di tengah lemahnya daya beli masyarakat akibat pelambatan perekonomian global, sementara di sisi lain pelayanan BPJS Kesehatan belum membaik.
Baca: Update Corona Global Kamis 14 Mei 2020 Malam: Total 4,46 Juta, Total Kematian di AS Capai 85 Ribu
Dua hal pokok itulah yang menjadi dasar pertimbangan putusan pembatalan kenaikan iuran BPJS.
"Maka seharusnya, pemerintah melaksanakan Putusan MA dengan memperhatikan dua hal pokok yaitu memperhatikan kemampuan daya beli masyarakat, terlebih di tengah pandemi dan harus memperbaiki sistem pelayanan serta manajemen BPJS sebelum membuat kebijakan tentang kenaikan iuran," tutupnya.
Penjelasan Istana
Plt Deputi II Kantor Staf Presiden (KSP) Abetnego Tarigan mengatakan kenaikan tarif iuran BPJS telah memperhitungkan kemampuan bayar masyarakat.
Sebelumnya Presiden kembali menaikan iuran BPJS melalui Perpres nomor 64 Tahun 2020.
"Makanya kalau dari keuangan memang mereka dari Kementerian Keuangan mengatakan perhitungan itu juga sudah memperhitungkan terkait dengan ability to pay-nya hal dalam melakukan pembayaran," ujar Abetnego Tarigan kepada wartawan, Kamis, (14/5/2020).
Menurut Abetnego Tarigan pertimbangan menaikan iuran BPJS adalah masalah keberlanjutan BPJS itu sendiri.
Karena jangan sampai defisit BPJS yang terjadi selama ini menyebabkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat terganggu.
Baca: Jokowi Naikkan Lagi Iuran BPJS Kesehatan, Pengamat Ekonomi: Jadi Kontroversial Saat Pandemi
"Jadi mungkin kita tahu di dalam konteks ini kalau dari sisi pemerintah itu, dimensi sustainability itu jadi penting. Jangan sampai artinya ini sekedar, ini opini saya, jangan sampai kita mempertahankan yang lama tapi terus ada keributan defisit, dibayar atau nggak yang akhirnya justru memperlambat kita di dalam proses-proses penyelesaian tanggung jawab kita ke RS sebagai contoh pelayanan kita," katanya.
Baca: Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Saat Pandemi Corona Kian Sengsarakan Rakyat
Selain sudah mempertimbangkan kemampuan bayar masyarakat, angka kenaikan tarif dalam Perpres anyar juga sudah memperhitungkan kemampuan keberlanjutan BPJS itu sendiri.
Baca: Inilah Pertimbangan Pemerintah Kembali Naikkan Iuran BPJS Kesehatan
Untuk diketahui dengan terbitnya Perpres tersebut, Iuran peserta mandiri kelas I dari Rp 80 ribu naik menjadi Rp 150.000. Iuran peserta mandiri kelas II naik menjadi Rp 100.000, dari saat ini Rp 51.000.
Iuran peserta mandiri kelas III naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000.
Tetapi pemerintah memberikan subsidi Rp 16.500 sehingga jumlah yang dibayarkan tidak berubah.
Pada 2021 nanti subsidi pemerintah tersebut hanya Rp 7000 sehingga yang harus dibayarkan peserta Rp 35.000.
"Karena memang setelah dihitung kalau yang kami terima penjelasannya di dalam rapat rapat persiapan dulu, itu yang diinformasikan ke kami itu memang dengan angka segitu itu yang memang punya prospek sustainability, keberlanjutan," katanya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.