SAFEnet: Gugatan Pemblokiran Internet di Papua Karena 2 Kali Aksi Tak Direspon Pemerintah
Dampak dari pemblokiran dan pembatasan akses di Papua saat itu membuat warga menjadi terhambat untuk mengabarkan situasi, seperti keselamatan diri
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta telah menyatakan Presiden Joko Widodo ( Jokowi) dan Menkominfo melakukan perbuatan melawan hukum terkait pemblokiran internet di Papua pada 2019.
Terkait hal itu, salah satu pihak penggugat, yakni SAFEnet Indonesia mengungkap alasan dibalik pengajuan gugatan ke PTUN.
Baca: Jokowi Minta Para Peneliti Indonesia Segera Temukan Vaksin Corona Agar Bisa Diproduksi Akhir Tahun
Perwakilan SAFEnet Indonesia Ikaningtyas mengatakan pihaknya melihat kebijakan dua kali pemblokiran internet di Papua merugikan masyarakat luas, terutama masyarakat Papua.
"Karena pemblokiran dan pembatasan akses informasi ini melanggar hak digital, terutama melanggar hak warga negara untuk mengakses informasi yang sebenarnya," ujar Kepala Divisi Kebebasan Berekspresi SAFEnet Indonesia, Ikaningtyas dalam konferensi pers virtual dari Tim Pembela Kebebasan Pers, Kamis (4/6/2020).
Menurutnya, dampak dari pemblokiran dan pembatasan akses di Papua saat itu membuat masyarakat menjadi terhambat untuk mengabarkan situasi, seperti keselamatan diri hingga susah mendapatkan informasi yang sebenarnya.
Hal itu juga berdampak dan mengganggu kerja jurnalis yang tidak bisa menyampaikan informasi secara cepat dan lancar.
Di sisi lain, Ikaningtyas mengatakan SAFEnet Indonesia sempat melakukan dua aksi sebelum mengambil langkah pengajuan gugatan ke PTUN.
Salah satunya adalah membuat petisi online yang meminta pemerintah dalam hal ini Kominfo untuk membuka pembatasan Internet yang ada di Papua.
"Sementara aksi kedua yaitu beberapa pengurus sempat bertemu langsung dengan pihak pemerintah Indonesia untuk menjelaskan bagaimana aspek dan dampak dari pembatasan dan pemblokiran internet yang terjadi di Papua," ungkapnya.
Namun, dua aksi itu tidak mendapat respon yang bagus dari pemerintah.
Pemerintah juga ternyata tetap melanjutkan pembatasan dan pemblokiran internet di Papua.
Oleh karenanya, SAFEnet Indonesia bersama Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) kemudian menempuh jalur hukum pada November 2019.
"Kita melakukan ini untuk menguji apakah pemerintah sudah melakukan prosedur yang benar dan bagaimana dampak yang sebenarnya terjadi ketika pilihan kebijakan ini diambil," katanya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.