Ojek Online Beroperasi di Masa PSBB Transisi: Pertaruhan Keselamatan dan Kebutuhan Ekonomi
Dalam masa transisi new normal, ojek online (ojol) dan ojek pangkalan (opang) sudah mulai diperbolehkan beroperasi. Amankah?
Editor: Malvyandie Haryadi
Silvy berharap setiap driver ojol untuk menjaga kebersihan dan kesehatannya. Karena bila terlalu lelah, kata dia, driver dapat rentan terhadap virus dan malah bisa menularkan ke yang lain.
"Kalau dari sisi perusahaan, mungkin dapat lebih diperhatikan lagi kesehatan para drivernya. Misal dengan memberikan jaket motor satu lagi sebagai pengganti apabila jaket yang satu sedang dicuci," ungkap Silvy.
"Karena kan virus menempel pada kain dan banyaknya penumpang setiap harinya. Atau mungkin dengan memberikan vitamin untuk masing-masing driver," tandasnya.
Jadi Tumbal
Akademisi transportasi Unika Soegijapranata, Djoko Setijowarno, menilai keselamatan dan keamanan baik bagi driver maupun penumpang dipertaruhkan dengan kebijakan tersebut.
Pasalnya, prinsip protokol kesehatan adalah jaga jarak, cuci tangan dengan sabun dan memakai masker, sementara ojek dinilai tidak memenuhi kriteria jaga jarak.
"Meskipun diberikan penyekat, sekat itu juga belum mendapatkan sertifikat SNI. Belum dilakukan uji coba oleh instansi yang berwenang. Keselamatan dan keamanan driver serta penumpang dipertaruhkan, sangat berisiko terjadi penularan," ujar Djoko, ketika dihubungi Tribunnews.com, Senin (8/6/2020).
Dia juga mempertanyakan apakah protokol kesehatan ojol sudah mendapat rekomendasi dari ahli kesehatan dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
Selain itu, siapa pula yang akan melakukan pengawasan terhadap penerapan protokol kesehatan yang sudah diminta di lapangan nantinya. Padahal menurutnya ada jutaan driver ojol se-Jabodetabek.
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat tersebut, juga melihat kebijakan ojol dan ojek pangkalan kembali beroperasi sangat sarat dengan kepentingan politis dan bisnis.
"Kebijakan membolehkan ojol karena kepentingan politis dan bisnis dengan mengabaikan kepentingan kesehatan dan kesejahteraan rakyat. Driver dijadikan tumbal seolah akan membantu kesejahteraannya, namun rentan tertular," ujarnya.
Menurutnya, ketika suatu saat nanti ada masyarakat yang tertular karena aktivitas ojol, maka bisa jadi masyarakat akan menuntut instansi yang memperbolehkan dan yang mengusulkan kebijakan tersebut.
"Driver itu memang tidak takut mati, namun takut tertular dari penumpang yang tidak taat aturan protokol kesehatan, sehingga dapat menularkan menjadi sakit sang driver. Sakitnya itu yang ditakuti sebagian driver ojol," tandasnya.
Berikut protokol kesehatan yang diterapkan bagi ojek online dan pangkalan:
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.