Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tuntutan Satu Tahun Penjara Terhadap Penganiaya Novel Baswedan Mengoyak Rasa Keadilan

Tuntutan jaksa penuntut umum untuk terdakwa penyiram air keras kepada penyidik KPK Novel Baswedan, telah mengoyak rasa keadilan masyarakat.

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Tuntutan Satu Tahun Penjara Terhadap Penganiaya Novel Baswedan Mengoyak Rasa Keadilan
TRIBUNNEWS/ILHAM RIAN
Tersangka RB yang ditangkap polisi dan disebut sebagai pelaku eksekutor penyiraman air keras ke penyidik KPK Novel Baswedan, Sabtu (28/12/2019). 

Pasal 353 ayat 3 bila perbuatan itu mengakibatkan kematian, maka yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

"Di Pasal 353 menyebutkan penganiayaan dengan rencana ancaman pidana 4 tahun. Mengakibatkan luka berat paling lama 7 tahun. Ini (seharusnya,-red) menjadi dasar jaksa mengenakan (tuntutan,-red) kepada terdakwa. Ini tidak sesuai rasa keadilan," tambahnya.

Dokter Spesialis Bedah Plastik Rekonstruksi dan Estetik, R Yefta A Moenadjat, saat memberikan keterangan di perkara penganiayaan yang dialami Novel Baswedan di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Rabu (20/5/2020).
Dokter Spesialis Bedah Plastik Rekonstruksi dan Estetik, R Yefta A Moenadjat, saat memberikan keterangan di perkara penganiayaan yang dialami Novel Baswedan di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Rabu (20/5/2020). (Tribunnews.com/ Glery Lazuardi)

Mengoyak Rasa Keadilan

Sementara anggota DPR RI Komisi III, Habib Aboe Bakar Al Habsyi menyatakan, tuntutan jaksa penuntut umum untuk terdakwa penyiram air keras kepada penyidik KPK Novel Baswedan, telah mengoyak rasa keadilan masyarakat.

Sebab, jaksa penuntut umum beralasan terdakwa tidak sengaja melukai mata Novel.

"Mendengar tuntutan satu tahun untuk penyerang Novel dengan alasan tidak sengaja melukai mata, ini sangat mengoyak rasa keadilan masyarakat. Seolah tindakan para penyerang Novel ini bisa dimaklumi dengan alasan ketidaksengajaan," kata Habib Aboe kepada wartawan, Sabtu (13/6/2020).

Baca: Kak Seto Tertawa Disebut Komentari Obrolan Krisdayanti dan Deddy Corbuzier dan Sebut Raul Gonzales

Politikus PKS ini mengingatkan, dalam teori ilmu hukum pidana dikatakan 'tiada pidana tanpa kesalahan' atau 'geen straf zonder schuld'.

Berita Rekomendasi

Kesalahan, kata dia, dapat berupa dua dimensi, yakni pidana kesalahan akibat 'kesengajaan' (dolus) dan 'kelalaian'.

"Jadi jika dikatakan tindakan penyiraman ini tak sengaja, seolah ingin menghilangkan unsur dolus dalam pidana," ucapnya.

Aboe mengatakan, seharusnya yang menjadi unsur penentu di sini adalah faktor niat batin (mens rea) dari para pelaku. Menurutnya, para pelaku yang membawa air keras pada suatu subuh dengan menarget Novel adalah indikasi kuat mens rea mereka.

"Apa memang ada penyiraman air keras dikakukan dengan tanpa sengaja? Ini kan bahasa sangat sederhana, masa ada istilah 'menyiram' tanpa sengaja," ujarnya.

"Bahwa secara sadar mereka melakukan perbuatan penyerangan terhadap Novel dengan alat air keras," imbuhnya.

Lebih lanjut, ia meminta Jaksa Agung Bidang Pengawasan (Jamwas) Kejagung dan Jaksa Agung ST Burhanuddin perlu memberikan atensi pada kasus ini.

Baca: Beredar Video Ricuh di Depan Mapolsek Cempaka Putih Jakarta Pusat, Kapolres: Tak Ada Tawuran

"Publik berhak tahu kenapa tuntutan kepada pelaku penyerangan penegak hukum bisa seperti itu. Jangan sampai nanti menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum di Indonesi," katanya.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas