Seratus Tahun PK Ojong Pendiri Kompas Gramedia (2): Korannya Ditutup karena Melawan Bung Karno
Harry Tjan sebetulnya sudah ingin menemui PK Ojong saat Ojong masih menjadi Pemimpin Redaksi Star Weekly sekira tahun 1951.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Dewi Agustina
Ojong setelah tamat sekolah dan di Jakarta, zaman republik dia bekerja di perusahan di mana Keng Po diterbitkan. Di situ dia jadi wartawan atau apa, tapi kemudian beliau diberi kuasa untuk menjadi pemimpin redaksi Star Weekly.
Dan itu memang untuk anak-anak muda pada waktu itu, terutama untuk keturunan Tiong Hoa, karena di situ ada cerita Sie Jin Kwie.
Tertulis ilustrasi dan Pak Ojong menceritakan masalah budaya dan kesenian secara bagus dan mendidik. Itu sikap.
Secara politis memang sedikit oposan terhadap Bung Karno. Maka koran ini atas pengaruh golongan Marxis ditutup. Pada waktu majalah dan koran ini ditutup, Pak Ojong itu bekerja membantu permulaan Kompas dengan menerbitkan majalah Intisari.
Baca: Ingat Kesederhanaan PK Ojong, Liliek Oetama: Baju Bolong Terus Dijahit
Intisari itu majalah yang ingin mengganti atau seperti Reader's Digest. Dan yang mempunyai lisensi itu Ikatan Sarjana Katolik Indonesia, untuk menerbitkan Reader's Digest, yang namanya Intisari di mana Pak Ojong menjadi kepalanya.
Pada waktu itu setiap organisasi politik terutama partai-partai di Indonesia oleh Bung Karno harus punya terompet atau surat kabar sendiri. Misalnya, PNI punya Suluh Indonesia, PKI punya Harian Rakjat.
Nahdlatul Ulama punya Duta Masyarakat, Protestan punya Sinar Harapan, Katolik tidak punya pada waktu itu. Tapi ada anak muda yang ingin bisa, yaitu Pak PK Ojong. Yang sanggup menangani surat kabar ini.
Secara personal Anda mengenal PK Ojong sosok seperti apa?
Seorang guru yang cakap. Kalau orang Jawa, priayi dan bermoral tinggi dan setia pada pekerjaannya. Saya mengenal Ojong di dalam rapat dan lain-lainnya, di dalam pekerjaan, di organisasi.
Saya pertama kali bertemu saat saya dipelonco, di PMKRI Jakarta, beliau sebagai senior dalam perpeloncoan. Saya tanya yang mana PK Ojong, yang itu, saya datang minta tandatangannya. Itu perkenalan. Tapi hasrat untuk bertemu saat saya di SMA di Jogja.
Karena tulisan, cerita rakyat dan menerbitkan Star Weekly yang memiliki cerita Sie Jin Kwie dan lain-lain, yang menarik pada waktu itu. Setelah di sini saya kenal dan beliau aktif di Ikatan Sarjana Katolik Indonesia.
Pada tahun 1955 pemilihan umum pertama, Pak PK Ojong menganjurkan supaya orang memilih dalam pemilihan umum. Karena pada waktu pemilihan konstituante, badan yang akan Anda pilih itu akan menyusun tata krama dan susunan pemerintah di Indonesia, oleh karena itu penting sekali.
Di situ akan diletakkan dasar, tujuan, dan cita-cita kenapa kita mendirikan bangsa. Oleh karena itu partisipasi rakyat yang berkepentingan menjadi harus disadarkan dan harus dilakukan.
Oleh karena itu saya sering mengikuti ceramah-ceramah beliau tentang konstitusi, pentingnya konstitusi dan pentingnya memilih.