Petahana Dikhawatirkan Salahgunakan Bansos Covid-19 di Pilkada
Petahana yang diketahui melanggar Surat Edaran tersebut akan mendapatkan sanksi sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Kepala Daerah.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 di tengah grafik Covid-19 yang belum melandai berpotensi menimbulkan persoalan-persoalan baru yang akan berdampak pada kualitas Pilkada.
Salah satu problem krusial adalah potensi penyalahgunaan program bantuan sosial (Bansos) kepada masyarakat terdampak Covid-19 untuk kepentingan politik (bakal) calon petahana (incumbent).
Hal itu disampaikan direktur eksekutif Citra Institute, Yusa Farchan, dalam keterangannya, Rabu (29/7/2020).
“Sejauh ini, di beberapa daerah, program perlindungan dan jaring pengaman sosial dalam bentuk bansos justru “diboncengi” dengan kepentingan pencitraan kandidat petahana yang merugikan bakal pasangan calon lainnya,” katanya.
Baca: Mahkamah Konstitusi Berwenang Tangani Sengketa Pilkada, Ini Aturannya
Menurutnya, jika persoalan ini dibiarkan tanpa pengawasan dan penindakan hukum, maka pelaksanaan pilkada menjadi semakin kompleks karena dibayangi oleh praktek politik transaksional yang dilakukan secara terbuka.
Oleh karena itu, pasangan calon petahana, yang secara infrastruktur menguasai sumber daya politik dan ekonomi lokal hendaknya tetap memperhatikan azas transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan program-program daerah khususnya program bansos dan hibah yang berkaitan dengan dampak sosial, ekonomi dan kesehatan akibat pandemi Covid-19.
“Proses pemilihan kepala daerah harus menjamin berlangsungnya pertarungan yang fair antar pasangan calon berbasiskan kompetensi, integritas, kapabilitas dan program-program yang diharapkan dapat memperkuat literasi elektoral bagi masyarakat dalam rangka menciptakan pilkada yang sehat dan demokratis,” katanya.
Yusa menambahkan, bahwa pandemi Covid-19 telah menyebabkan lumpuhnya aktifitas perekonomian terutama di daerah-daerah zona merah dan melahirkan kantong-kantong kemiskinan baru.
Problem utama yang dihadapi tentu saja adalah menurunnya daya beli yang berimbas pada ketidakmampuan masyarakat terutama masyarakat miskin dalam menyediakan pasokan logistik (kebutuhan pangan) untuk rumah tangga mereka.
“Dalam situasi pandemi, model Bansos Sembako menjadi semakin populis dan berpotensi besar menjadi role model program unggulan para kandidat kepala daerah baik petahana maupun non petahana untuk menjaring suara," katanya.
"Pada titik inilah, kecenderungan terjadinya politik transaksional dan praktek-praktek vote buying akan semakin intens. Politik uang lagi-lagi menjadi masalah pelik yang mewarnai proses sirkulasi kepemimpinan lokal di tengah pandemi,” pungkasnya.
Edaran Mendagri
Sebelumnyam Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian telah menerbitkan Surat Edaran pada 18 Mei 2020 terkait pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada).
Dalam Surat Edaran tersebut, kepala daerah yang akan kembali mengikuti Pilkada 2020 tidak diizinkan menggunakan dana bantuan sosial (Bansos) sebagai modal atau alat politik.