Tolak RUU Cipta Kerja, Buruh Akan Demo Tiap Pekan Hingga 14 Agustus 2020
KSPI akan melakukan aksi demonstrasi menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja setiap pekan hingga 14 Agustus 2020.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) akan melakukan aksi demonstrasi menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja setiap pekan hingga 14 Agustus 2020.
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, aksi di DPR menyuarakan dua tuntutan, yaitu menolak omnibus law dan stop PHK massal dampak pandemi Covid-19.
"Aksi ini merupakan reaksi terhadap sikap keras kepala dan tidak pedulinya DPR RI, khususnya Panja Baleg Pembahasan RUU Cipta Kerja dan Kemenko yang ngotot Omnibus Law tetap dibahas di saat pandemi Corona," kata Said Iqbal, Jakarta, Rabu (29/7/2020).
Baca: Tolak RUU Cipta Kerja, Buruh Demo di Depan Gedung DPR
Menurutnya, aksi tersebut akan terus dilakukan setiap minggu di depan gedung DPR dan Kantor Menko Perekonomoian, sampai Panja Badan Legislasi (Baleg) DPR menghentikan pembahasan RUU Cipta Kerja.
"KSPI juga akan melakukan aksi di 20 provinsi secara bergelombang, secara terus-menerus untuk menyuarakan isu yang sama," ujarnya.
"Aksi besar-besaran KSPI bersama elemen serikat buruh yang lain, secara nasional akan dilakukan pada 14 Agustus 2020 di DPR bersamaan dengan pembukaan sidang Paripurna," sambung dia.
Baca: Menaker Ida: Pembahasan RUU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan Berjalan Lancar
Ia menyebut, aksi pada 14 Agustus 2020 akan dihadiri puluhan ribu buruh dari Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta, serta tidak menutup kemungkinan akan diikuti dari daerah Jawa Tengah, Sumatera, dan lainnya.
"Apabila DPR dan pemerintah tetap melanjutkan pembahasan Omnibus Law yang tidak berpihak pada buruh dan rakyat kecil, bisa dipastikan gelombang massa aksi akan semakin membesar dan terus-menerus," katanya.
Baca: Demokrat: Pemerintah-DPR Harus Transparan dan Libatkan Publik Bahas Omnibus Law Cipta Kerja
Said memaparkan, RUU Cipta Kerja merugikan buruh karena menghapus upah minimum yaitu UMK dan UMSK, serta memberlakukan upah perjam di bawah upah minimum.
Kemudian, mengurangi nilai pesangon dengan menghilangkan uang penggantian hak dan mengurangi uang penghargaan masa kerja.
"Penggunaan buruh outsorcing dan buruh kontrak seumur hidup untuk semua jenis pekerjaan, waktu kerja yang eksploitatip dan menghapus beberapa jenis hak cuti buruh serta menghapus hak upah saat cuti, dan lain-lainnya," kata Said Iqbal.