Aturan MA Soal Pemidanaan Koruptor untuk Cegah Disparitas Vonis
aturan tersebut agar tidak ada disparitas (perbedaan) dalam penentuan vonis koruptor.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) telah menerbitkan Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Peberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menilai aturan tersebut agar tidak ada disparitas (perbedaan) dalam penentuan vonis koruptor.
"Ya, saya pikir sepanjang itu masuk wilayah yudikatif, itu tidak masalah. Walaupun dalam perma itu hanya mengatur Pasal 2 dan Pasal 3 tindak pidana korupsi, dan tak mengatur semua pasal. Nah, ini disebabkan untuk kemudian mengatur agar tidak ada disparitas dalam memutuskan vonis," kata Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/8/2020).
Baca: Muncul Perma, Berharap Tidak ada Lagi Koruptor yang Dihukum Tak Sesuai Perbuatannya
Namun demikian, menurutnya ada hal yang paling penting yaitu kemandirian hakim dalam memutus suatu perkara.
"Namun, di balik semua itu yang paling penting adalah, menurut kami, independensi hakim dalam memutuskan suatu perkara," ucap Dasco.
Sebelumnya diberitakan, korupsi merupakan kasus yang masih terus terjadi di Indonesia. Hingga kini masih banyak bermunculan kasus korupsi yang terendus Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Terkait kejahatan ini, Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Peberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Adapun, pasal 2 dan pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah terkait terdakwa korupsi yang merugikan keuangan negara.
Beleid ini diteken oleh Ketua MA Syarifuddin dan diundangkan pada 24 Juli 2020 lalu.
Adapun, pada intinya beleid ini memungkinkan pelaku tindak pidana korupsi atau koruptor dipidana seumur hidup bila merugikan negara di atas Rp 100 miliar.
MA dalam pertimbangannya merilis Perma i1/2020 adalah untuk k menghindari disparitas hukuman pada kasus yang serupa.
"Untuk menghindari disparitas perkara yang memiliki karakter serupa, diperlukan pedoman pemidanaan," ungkap pertimbangan poin b dalam Perma tersebut seperti dikutip KONTAN, Minggu (2/8).
Perma 1/2020 ini sendiri membagi hukuman menjadi lima kategori, yakni;
Kategori paling berat, yaitu kerugian negara lebih dari Rp 100 miliar. Kategori berat, yaitu kerugian negara Rp 25 miliar-Rp 100 miliar.