Ini Alasan KPK Periksa Wali Kota Bandung dan Wabup Sumedang dalam Kasus Suap RTH
Oded dan Erwan diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan suap terkait pengadaan tanah untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Pemerintah Kota
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Wali Kota Bandung Oded Muhamad Danial dan Wakil Bupati Sumedang Erwan Setiawan, Rabu (2/9/2020).
Oded dan Erwan diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan suap terkait pengadaan tanah untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Pemerintah Kota Bandung pada tahun 2012 dan 2013.
Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri menjelaskan alasan memanggil kedua saksi yang diperiksa untuk tersangka Dadang Suganda (DS) tersebut.
Ali mengatakan saat ini KPK sedang melakukan pengembangan perkara dengan mengumpulkan beberapa alat bukti, melalui pemeriksaan saksi yakni Oded dan Erwan.
"Di antaranya melalui pemeriksaan saksi-saksi yang diduga mengetahui adanya perbuatan pidana lain yang dilakukan oleh tersangka DS," kata Ali saat dikonfirmasi, Rabu (2/9/2020).
Oded diketahui diperiksa atas kapasitasnya sebagai mantan anggota DPRD Kota Bandung 2009-2014.
Sedangkan Erwan kapasitasnya sebagai mantan Ketua DPRD Bandung 2014-2019.
Baca: KPK Periksa 13 Saksi Terkait Kasus Suap RTH Kota Bandung
Selain Oded dan Erwan, KPK memanggil 12 anggota DPRD Bandung 2014-2019 lainnya yaitu Teddy Setiadi, Isa Subagja, Asep Dedi Supriyadi, Entin Kartini, dan Teten Gumilar.
Kemudian, Agus Gunawan, Ani Sumarni, Antaria Pulwan Aprianto, Entang Suryaman, Haru Suhandaru, Tedy Rusmawan, dan Rieke Suryaningisih.
Dalam kasus ini, KPK menjerat 4 tersangka. Mereka ialah eks Kadis Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Pemkot Bandung Hery Nurhayat, dua eks anggota DPRD Kota Bandung 2009-2014 Tomtom Dabbul Qomar dan Kadar Slamet, serta satu orang swasta bernama Dadang Suganda.
Hery, Tomtom, Kadar sedang menjalani persidangan. Sementara Dadang masih tahap penyidikan. Ia baru saja ditahan penyidik pada Juni 2020 setelah ditetapkan sebagai tersangka pada 16 Oktober 2019.
Kasus ini berawal ketika pada tahun 2011, Wali Kota Bandung Dada Rosada menetapkan Lokasi Pengadaan Tanah untuk RTH Pemerintah Kota Bandung.
Usulan kebutuhan anggaran pengadaan tanah RTH untuk tahun 2012 sebesar Rp15 miliar untuk 10.000 meter².
Setelah rapat pembahasan dengan Badan Anggaran DPRD Kota Bandung, diduga ada anggota DPRD meminta penambahan anggaran dengan alasan ada penambahan lokasi untuk Pengadaan RTH.
Besar penambahan anggarannya dari yang semula Rp15 miliar menjadi Rp57,21 miliar untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD Murni) tahun 2012.
Penambahan anggaran diduga dilakukan karena lokasi lahan yang akan dibebaskan adalah lokasi yang sudah disiapkan dan terlebih dahulu dibeli dari warga sebagai pemilik tanah.
Upaya ini diduga dilakukan supaya beberapa pihak memperoleh keuntungan.
Dalam proses pembelian tanah, Pemerintah Kota Bandung tidak membeli langsung dari pemilik tanah. Melainkan dari makelar tanah.
"Antara lain melalui tersangka KS [Kadar Slamet] selaku anggota DPRD Kota Bandung sekaligus Anggota Banggar. Tersangka DSG (Dadang Suganda) yang merupakan wiraswasta, berperan sebagai makelar yang memanfaatkan kedekatannya dengan Sekretaris Daerah Pemerintah Kota Bandung (Edi Siswadi)," kata Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar, Selasa (30/6/2020).
Lili menambahkan, para pemilik tanah dibuatkan surat kuasa menjual dari pemilik tanah kepada para makelar dan orang-orang suruhannya.
Kata dia, hal ini dilakukan supaya pihak Pemerintah Kota Bandung terlihat tidak tahu bahwa transaksi tanah tersebut adalah melalui makelar.
Baca: Sidang Korupsi RTH Bandung, Dadang Suganda Untung Rp 30 M dari Hasil Jual Tanah ke Pemkot Bandung
"Padahal yang terjadi adalah kesengajaan yang diketahui Pemerintah Kota Bandung," kata Lili.
Dadang yang menyatakan ingin ikut Pengadaan Tanah RTH mendapat respons positif dari pihak Sekretaris Daerah Pemkot Bandung.
Dadang kemudian diduga membeli tanah langsung dari pemilik atau ahli waris dengan harga di bawah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
Ia menjualnya kembali kepada Pemerintah Kota Bandung untuk Pengadaan Tanah RTH dengan harga rata-rata 3-4 kali lipat harga yang dibayar oleh Dadang kepada pemilik asli atau ahli warisnya.
"Jumlah tanah yang dibeli oleh DSG untuk Pengadaan Tanah Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung adalah sebanyak 50 bidang yang seluruhnya berada di Kecamatan Cibiru. Namun sebagian besar tanah milik DSG yang dibeli oleh Pemerintah Kota Bandung tersebut lokasinya berada di luar Surat Keputusan Wali Kota Bandung tentang Persetujuan Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Ruang Terbuka Hijau," jelas Lili.
Modus yang diduga Dadang dalam membeli tanah-tanah tersebut adalah dengan mengerahkan orang-orang kepercayaannya untuk mencari tanah di Kecamatan Cibiru dengan harga murah tanpa memberitahu bahwa tanah tersebut akan digunakan sebagai RTH.
Setelah sepakat, ia kemudian membayar pelunasan kepada pemilik tanah atau ahli waris, kemudian dibuatkan Akta Kuasa Menjual.
Pembayaran yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung kepada Dadang Suganda dalam Pengadaan Tanah untuk RTH pada tahun 2012 adalah sebesar Rp43,64 miliar setelah dipotong pajak.
Sedangkan jumlah uang yang dibayarkan kepada pemilik tanah atau ahli warisnya adalah sebesar Rp13,45 miliar.
"Sehingga terdapat selisih pembayaran antara uang yang diterima DSG dari Pemerintah Kota Bandung dengan pembayaran kepada pemilik atau ahli waris sebesar Rp30,18 miliar Sehingga DSG diduga diperkaya sama dengan selisih pembayaran ini," ujar Lili.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.